Selamapenyusuran Kali Ciliwung ternyata sepanjang 33 km itu yang sudah dinormalisasi baru 16 km," kata Basuki kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seperti dikutip Detikcom, di Monas, Jakarta Pusat, Rabu (1/1). Daerah aliran sungai yang sudah dinormalisasi tidak tergenang banjir. Sementara itu, daerah yang belum dinormalisasi tergenang.
Ciliwung merupakan sungai bersejarah yang sekaligus merupakan benteng alam Kerajaan Pajajaran [1482-1567] saat masih berdiri. Pengelolaan Ciliwung sudah ada sejak Kolonial Belanda berkuasa di Jawa. Bagi Belanda, merawat hulu Ciliwung sama halnya menjaga wibawa ibukota, Batavia, yang sekarang bernama Jakarta. Ciliwungmembentang dari hulu di Bogor, meliputi kawasan Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Cisarua lalu mengalir ke hilir di pantai utara Jakarta. Panjangnya 120 kilometer dengan luas Daerah Aliran Sungai [DAS] 387 kilometer persegi. Ciliwungmerupakan satu dari 15 sungai yang diprioritaskan pemulihannya oleh Pemerintah Indonesia. Selain Ciliwung, ada Sungai Asahan Toba, Siak, Musi, Sekampung, Cisadane, Citarum, Serayu, Solo, Brantas, Kapuas, Moyo, Limboto, Saddang, dan Jeneberang. Ciliwung adalah sungai bersejarah. Sejak dari jaman Kerajaan Pajajaran hingga masa Kolonial Belanda, sungai ini memainkan peranan penting bagi kehidupan masyarakat. Namun kini, Ciliwung tidak lagi dipuja. Setiap kali terjadi banjir di Jakarta, Ciliwung selalu dikaitkan sebagai penyebabnya. Bencana yang sesungguhnya terjadi akibat ulah manusia yang merusak Ciliwung dengan sampah, limbah, hingga merusak wilayah tutupan hijau sebagai areal resapan airnya. Berikut fakta unik Sungai Ciliwung yang dirangkum Mongabay Indonesia, dari berbagai sumber, guna memperingati Hari Sungai Ciliwung setiap 11 November. Sungai Ciliwung di wilayah Sempur, Bogor, yang terlihat bersih. Foto Anton Wisuda/Mongabay Indonesia Sungai bersejarah Dalam tulisannya di Mongabay Indonesia berjudul “Merawat Hulu Ciliwung, Menjaga Wibawa Hilir Ibukota”, Anggit Saranta menuliskan riwayat Ciliwung. Menurut sejarawan Bogor Saleh Danasasmita [1933-1986], Ciliwung merupakan satu dari empat benteng alam Kerajaan Pajajaran [1482-1567] saat masih berdiri. Kesultanan Banten yang berseteru dengan Pajajaran memerlukan waktu 40 tahun lebih untuk bisa menaklukan ibukota Pakuan [sekarang Bogor]. Ini dikarenakan adanya bentang alam yang menjadi pertahanan ibukota, yaotu dua sungai besar Ciliwung dan Cisadane, ditambah Gunung Salak dan Pangrango. Terkait pengelolaan Ciliwung, sejatinya sudah ada sejak Kolonial Belanda berkuasa di Jawa. Bagi Belanda, merawat hulu Ciliwung sama halnya dengan menjaga wibawa ibukota, Batavia, yang sekarang bernama Jakarta. Sebagai contoh, Bendung Katulampa merupakan upaya pembesar Hindia Belanda untuk melindungi Batavia dari serangan banjir besar Ciliwung. Bendungan karya insinyur Van Breen sepanjang total 74 m, dengan 5 pintu pembagi aliran dan 3 pintu penahan arus itu diresmikan Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederik Idenburg, pada 11 Oktober 1912. Hingga kini, Bendungan Katulampa selalu menjadi perhatian, tiap kali hujan besar melanda kawasan Puncak dan Bogor. Terutama terkait status debit air Normal atau Siaga, sebagai antisipasi banjir di Jakarta. Baca Wawancara Eksklusif Bima Arya Terlalu Lama Kita Meninggalkan Ciliwung Penataan Sungai Ciliwung di wilayah Kelurahan Sukasari, Bogor, menjadi prioritas. Foto Anton Wisuda/Mongabay Indonesia Membentang luas Ciliwung membentang dari hulu di Bogor, meliputi kawasan Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Cisarua lalu mengalir ke hilir di pantai utara Jakarta. Panjangnya 120 kilometer dengan luas Daerah Aliran Sungai [DAS] 387 kilometer persegi. Sungai bersejarah ini pun dibagi tiga sub DAS. Ciliwung hulu seluas hektar [di wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor], Ciliwung tengah seluas hektar [di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Depok, dan Bekasi], serta Ciliwung hilir seluas hektar [di DKI Jakarta]. Saat ini, kawasan hutan yang merupakan regulator alami tata kelola air tersisa di DAS Ciliwung diperkirakan hanya tersisa 9,7 persen atau seluas hektar. Padahal, bila bicara luasan ideal ruang hijau, harusnya sekitar 30 persen dari luas Ciliwung itu sendiri. Prioritas pemulihan Ciliwung merupakan satu dari 15 sungai yang diprioritaskan pemulihannya oleh Pemerintah Indonesia. Selain Ciliwung, ada Sungai Asahan Toba, Siak, Musi, Sekampung, Cisadane, Citarum, Serayu, Solo, Brantas, Kapuas, Moyo, Limboto, Saddang, dan Jeneberang. Anggaran yang disiapkan lebih dari Rp2 triliun. Angka tersebut termasuk proyek pemulihan 15 danau prioritas dan 65 bendungan. Baca Bebersih Ciliwung Bukan Hanya Kejar Rekor MURI Perubahan Penggunaan Lahan Kawasan Puncak 1990-2012 yang berpengaruh kepada Ciliwung. Sumber Presentasi Ernan Rustiadi/ P4W IPB Hilangnya ikan Kekhawatiran akan ancaman kepunahan ikan di Sungai Ciliwung terbukti. Berdasarkan penelitian LIPI, dari 187 jenis ikan yang ada, kini hanya sekitar 20 jenis tersisa. Atau, sekitar 92,5 persen telah punah akibat aktivitas manusia dan pencemaran yang terus terjadi. Data penelitian LIPI menyebutkan, sepanjang tahun 1910 hingga 2010, ikan seperti belida, soro, berot, nilam, tawes, putak, berukung, lele, brek, keperas, dan ikan hitam sudah tidak ditemukan lagi di Ciliwung. Sementara, spesies ikan lainnya seperti hampal, genggehek, dan baung semakin terancam. Agar ikan yang ada tidak tidak, kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah harus ditumbuhkan. Juga, pencemaran air yang terjadi akibat limbah industri pabrik harus dihentikan. Selain itu juga, diharapkan tidak ada pihak yang menebar ikan-ikan predator di Ciliwung yang bukan habitatnya, agar spesies asli tetap hidup. Sampah dan limbah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, jumlah limbah rumah, sampah, limbah industri, limbah ternak, dan pencemaran dari pertanian yang ada di Ciliwung sebesar 54,4 ton BOD per hari. Sementara, kemampuan sungai menampung beban pencemaran hanya 9,29 ton BOD [Biological Oxygen Demand] per hari. Dapat dikatakan, Ciliwung telah melewati kemampuan daya dukungnya. Tantangan lain adalah adanya perubahan tata ruang dan tutupan lahan. Hal ini menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan yang menyebabkan meningkatnya kerentanan bencana banjir. Daerah sempadan sungai [riparian] dari Bogor, Depok, dan sebagian Jakarta Selatan yang merupakan 60 % dari total luas sempadan Ciliwung, sekitar 37,11 persen telah menjadi daerah terbangun kedap air. Baca Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru? Sungai Ciliwung tidak hanya dipenuhi sampah plastik, tetapi juga menghadapi masalah kotoran manusia yang dibuang langsung. Foto Indra Nugraha/Mongabay Indonesia Identik banjir Ciliwung selalu dikaitkan dengan persoalan bajir yang terjadi di Jakarta. Terkait bencana ekologis tersebut, penanggulangan juga harus dilakukan dengan pendekatan/perbaikan ekologi seperti pemulihan tutupan hijau resapan daerah aliran sungai/Watershed. Menurut Eko Kusratmoko, pakar geografi dan keteknikan dari Universitas Indonesia, seharusnya jarak sepuluh meter dari tepian Ciliwung tidak diperbolehkan untuk bangunan. Mengingat, kemiringan kali berisiko besar terjadinya longsor. Satu hal yang harus dipahami adalah sebagian besar wilayah Jakarta merupakan lahan basah berupa rawa, yang dialihfungsikan menjadi perumahan dan perkantoran. Fungsi utama rawa adalah pengatur dan penyimpan air, bukan sebagai daerah resapan. Sungai meluap yang mengakibatkan banjir adalah suatu proses alamiah siklus ekologi pada sungai. Ini terjadi ketika Jakarta juga mengalami banjir sejak zaman Batavia dulu. Persoalan saat ini adalah banjir semakin sering terjadi dengan daya rusak lebih besar. Luapan air sangat deras di Bendung Katulampa, Bogor, pada Rabu [1/1/2020] sore. Foto Anton Wisuda/Mongabay Indonesia Hari Sungai Ciliwung Setiap 11 November diperingati sebagai Hari Ciliwung yang telah digelar sejak tahun 2012. Ditetapkannya Hari Ciliwung tersebut berdasarkan penemuan dua ekor bulus atau sejenis kura-kura, pada 11 November 2011, yang menunjukkan eksistensi hewan endemik di Ciliwung harus dijaga habitat dan kehidupannya. Tanggal 11 November merupakan momen kepedulian kita bersama, untuk terus menjaga sekaligus membebaskan Ciliwung dari segala persoalan. Ciliwung sebagai sungai bersih, bermanfaat sekaligus meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, serta tidak mendatangkan banjir harus diwujudkan. Langkah perbaikan yang harus dilakukan itu, tidak berkutat pada istilah normalisasi atau naturalisasi Ciliwung. Artikel yang diterbitkan oleh bencana ekologis, featured, hak kelola, Hidupan Liar, jawa, jawa barat, kerusakan lingkungan, pencemaran, sampah, satwa air, sumber daya air
Debitbanjir kiriman ini selanjutnya akan tiba di Manggarai, Jakarta, sekitar pukul WIB Senin dini hari. Daerah di Jakarta yang berpotensi terkena banjir berada di sekitar bantaran Sungai Ciliwung, yaitu Rawajati, Kalibata, Pengadegan, Gang Arus/Cawang, Kebon Baru, Bukit Duri, Bidara Cina, dan Kampung Melayu.
- Jakarta identik dengan istilah kota langganan banjir. Tiap kali hujan deras, beberapa daerah di Jakarta hampir selalu tergenang banjir. Salah satu penyebab utamanya adalah karena perilaku masyarakat yang sering membuang sampah sembarangan ke kali atau sungai, sehingga menghambat aliran air ketika hujan turun. Menurut Edi Sedyawati, dkk dalam Sejarah Kota Jakarta 1950-1980 1986, penyebab utama lain Jakarta selalu tergenang banjir adalah karena kondisi lingkungan Jakarta yang dialiri 10 sungai besar dengan sistem drainase yang kurang HM dalam Banjir Jakarta 2013, menuliskan jika banjir di Jakarta sudah ada sejak zaman Tarumanegara, tepatnya saat Raja Purnawarman memimpin kerajaan tersebut pada abad ke-5. Berikut sejarah banjir di Jakarta Banjir Jakarta di Zaman Kerajaan Tarumanegara Portal Informasi Indonesia Prasasti Tugu, salah satu dari tujuh prasasti bukti keberadaan Kerajaan Tugu yang ditemukan pada 1878 di Jakarta Utara menjadi bukti otentik jika banjir di Jakarta sudah ada sejak zaman Kerajaan Tarumanegara. Secara garis besar, prasasti tersebut berisikan pesan jika Raja Purnawarman pernah menggali Kali Chandrabhaga di daerah sekitar Bekasi dan Kali Gomati atau yang sekarang dikenal sebagai Kali Mati di Tangerang. Penggalian tersebut merupakan upaya mengatasi banjir. Sungai yang digali tersebut diharapkan bisa mengalirkan debit air, sehingga banjir di Jakarta kala itu bisa segera surut. Selain itu, penggalian kali ini juga ditujukan untuk kepentingan irigasi sawah juga Banjir Jakarta Buat Kawasan Elite Kemang Berubah Bak Sungai Kumuh... Banjir Jakarta pada 1621 Jakarta pada masa kolonial Belanda dikenal dengan sebutan Batavia. Saat itu, sebagian besar daerah Batavia masih berupa rawa dan hutan liar, sehingga sering tergenang banjir dari air beberapa sungai, terutama Kali Ciliwung yang meluap saat hujan deras. Banjir Jakarta pada 1621 merupakan banjir pertama di era kekuasaan VOC di Nusantara, tepatnya pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen. Saat itu banyak rumah warga yang terbuat dari kayu sehingga mudah hanyut ketika banjir melanda Batavia. Struktur jalannya pun masih belum beraspal sehingga sangat sulit untuk dilalui sepeda atau dokar. Sebenarnya, Belanda sudah pernah membangun kanal sejak dua tahun sebelum bencana banjir ini terjadi. Namun, usahanya gagal karena Belanda tidak mengetahui letak geografis dan struktur topografi Jakarta kala itu. Banjir Jakarta pada 1654 Saat Gubernur Jenderal Joan Maetsuycker memimpin Batavia kala itu. Banjir besar kembali melanda Batavia. Penyebabnya karena hujan deras dan luapan air sungai, terutama Kali Ciliwung dan kiriman air dari hulu di Bueitenzorg atau Bogor. Kanal yang tersumbat oleh pasir membuat kanal tidak berfungsi saat banjir melanda. Joan Martsuycker telah membangun beberapa kanal tambahan, namun usahanya gagal karena kanal selalu dipenuhi sampah, lumpur dan pasir.
Foto Banjir di Kampung Melayu. (Ibnu/detikcom). Jakarta - Banjir setinggi 65-100 cm merendam permukiman warga di Kampung Melayu, Jakarta Timur. Banjir itu akibat meluapnya air di Sungai Ciliwung Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Menurut Asdak 1995, Daerah Aliran Sungai DAS merupakan daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil menuju aliran sungai utama. Berdasarkan PP No. 37 tentang pengelolaan DAS, Daerah Aliran Sungai juga meliputi wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai utama dan sungai-sungai kecil yang berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air hujan menuju danau atau DAS memiliki karakteristik topografi, hidrologi, dan iklim yang beraneka ragam. Berbagai karakteristik tanah dan aktivitasnya juga berkaitan dengan erosi pada DAS. Oleh karena itu salah satu elemen yang berperan penting dalam pengelolaan DAS adalah kelakuan tanah dan dinamika airnya. Karena karakteristiknya yang beragam, perlu dilakukan pengelolaan DAS yang tepat sehingga berbagai kerusakan seperti erosi di daerah aliran sungai dapat dihindarkan. Ciliwung merupakan sungai yang terletak mengalir di wilayah DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Bekasi, dan sekitarnya. Ciliwung tercatat memiliki panjang aliran utamanya mencapai 120 kilometer, sementara daerah tangkapan airnya aliran sungai seluas 387 km persegi. Daerah Aliran Sungai DAS Ciliwung memiliki nilai sangat strategis karena melintasi dua provinsi yaitu Jawa Barat dan DKI Jakarta, namun karena pesatnya kegiatan pembangunan di kedua provinsi tersebut, menyebabkan perubahan dan pengelolaan penggunaan lahan yang tidak tepat. DAS Ciliwung kini menjadi sorotan banyak pihak dan sering dikaitkan dengan terjadinya banjir di Jakarta, bahkan tingkat kerugian dari banjir tersebut cenderung meningkat setiap tahunnya. Banjir terjadi karena perubahan dan pengelolaan penggunaan lahan yang tidak tepat ditambah dengan curah hujan tinggi yang tidak mampu diserap oleh tanah karena sistem drainase yang buruk sehingga tidak mampu menampung kelebihan limpasan air. Cakupan ilmu tanah yang luas, bahkan berkaitan dengan erosi dan konsekuensi sedimentasinya maupun dengan dinamika air, membuatnya berperan penting dalam menunjang pengelolaan DAS, sehingga mungkin dapat dikatakan bahwa ilmu tanah harus menjadi salah satu pemeran utama dalam mengelola DAS khususnya DAS Ciliwung yang sedang kami bahas kali ini pembangunan di Daerah Aliran Sungai DAS Ciliwung membuat lahan pertanian di sekitar aliran sungai semakin berkurang. Hal ini diakibatkan oleh pembangunan lahan-lahan pertanian menjadi pemukiman warga. Tentu saja pembangunan tersebut akan berakibat pada berkurangnya resapan air. Apabila daerah resapan berkurang, maka bencana banjir akan mengancam daerah sekitar Sungai Ciliwung. Selain itu, alih fungsi lahan pertanian juga akan menurunkan luas lahan garapan juga menyebabkan gangguan keseimbangan hidrologi DAS yang ditandai dengan perbedaan debit air sungai yang sangat tinggi antara musim penghujan dan musim debit air sungai pada musim penghujan dan penurunan debit air sungai pada musim kemarau berpengaruh terhadap ketersediaan air irigasi yang selanjutnya berpengaruh terhadap luas lahan dan produktivitas usahatani yang menggunakan sistem irigasi. Peranan DAS sebagai sumber air dapat dilihat dari dua sudut pandangan, yaitu menyediakan air dengan panen air water harvesting dan dengan menjamin penghasilan air water yield. Jumlah air yang dapat dipanen tergantung pada jumlah aliran permukaan runoff yang dapat ditampung. Jumlah air yang dapat dihasilkan tergantung pada debit air tanah. Untuk meningkatkan peranan air infiltrasi dan perkolasi harus dicegah, sedang untuk meningkatkan penghasilan air kedua proses ini justru harus dilancarkan. Penghasilan air menjadi asa pengembangan sumber air di kawasan beriklim basah, karena panenan air membawa risiko besar peningkatan erosi dan memerlukan cekungan tambat yang terlalu luas sehingga tidak praktis dan memboroskan sumber air dengan pemanenan air dikhususkan untuk kawasan beriklim setengah kering atau kering. Di sini risiko erosi kecil atau terbatas dan juga karena jumlah air terbatas maka kalau diresapkan ke dalam tanah akan terbuang percuma karena tidak akan dapat mencapai tempat simpanan air tanah yang biasanya terletak dalam sekali. Sumber Persoalan DAS Ciliwung bukan hanya berfokus pada pengendalian air melainkan harus ada penopang agar curah air di sungai tersebut tidak meluap. Setidaknya, penanaman pohon di kawasan sungai tersebut diperbanyak untuk memperkuat daya serap aliran air. Selain itu pemerintah setempat tengah merencanakan pembangunan sumur resapan dan sumur injeksi untuk mengurangi risiko banjir di kawasan tersebut. 1 2 Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Dataranyang rendah ini dialiri oleh 13 sungai yang bermuara di Laut Jawa. terhambat lalu banjir pun terjadi. Perilaku warga yang sering membuang sampah ke sungai juga memicu pendangkalan sungai yang dapat mengakibatkan banjir. Hal tersebut dapat meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya banjir di Jakarta. Menurut Rashed and Weeks dalam
Manggarai sejak pukul WIB sudah bersih, sementara yang di BKB pukul WIBJakarta ANTARA - Dinas Lingkungan Hidup LH DKI Jakarta menyatakan aliran Sungai Ciliwung di Jakarta mulai dari Kampung Melayu, Pintu Air Manggarai, hingga aliran Banjir Kanal Barat BKB sudah bersih dari sampah hujan dan banjir. "Secara keseluruhan sudah kondusif bersih, untuk di Manggarai sejak pukul WIB sudah bersih, sementara yang di BKB pukul WIB," ucap Humas Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Yogi Ikhwan di Jakarta, Selasa. Untuk membersihkan sampah imbas dari hujan deras yang terjadi pada Senin 21/9 siang hingga malam termasuk di kawasan hulu sehingga debit air di Katulampa terpantau sempat Siaga I, Dinas LH membersihkan sampah di tiga titik yakni Pintu Air Manggarai Jakarta Pusat, Banjir Kanal Barat Season City Jakarta Barat dan Jembatan Kampung Melayu Jakarta Timur. Di Pintu Air Manggarai, diturunkan petugas sebanyak 200 orang gabungan Dinas LH dan Sumber Daya Air dengan jumlah armada truk besar-kecil yang diturunkan sebanyak 52 unit 32 LH dan 20 SDA serta tiga unit alat berat yang berhasil mengangkut total sampah sebanyak meter kubik. Baca juga Hampir petugas SDA Jakpus bersihkan saluran air Di Banjir Kanal Barat Season City Jakarta Barat, diturunkan 10 orang petugas dengan menggunakan 12 unit armada truk besar-kecil serta dua unit alat berat yang berhasil mengangkut total sampah sebanyak 474 meter kubik. Adapun di Kali Ciliwung Jembatan Kampung Melayu, Jakarta Timur, diturunkan 10 orang petugas dengan lima unit truk besar-kecil serta dua unit alat berat. Namun tidak ada sampah yang diangkut dari lokasi ini karena situasi kondusif. Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD DKI Jakarta melaporkan sebanyak 22 wilayah RT di wilayah Jakarta Barat terendam banjir dengan ketinggian bervariasi 30-80 sentimeter. "Situasi ini terjadi sejak Senin 21/9 malam hingga Selasa pagi pukul WIB," ujar Kepala Pusat Data dan Informasi Pusdatin Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD DKI Jakarta, Mohamad Insaf di Jakarta, Selasa pagi. Baca juga meter kubik sampah diangkat dari Pintu Air Manggarai Sementara sebanyak 15 jiwa pengungsi akibat banjir saat ini ditampung di Mushola Riyadhul Saadah, Kembangan Utara, Jakarta Barat. Dilansir melalui keterangan tertulis BPBD DKI berikut ini 22 wilayah RT yang terendam banjir 1. Kelurahan Sukabumi Utara, 7 RT Ketinggian air 30 s/d 80 cm, akibat curah hujan tinggi. 2. Kelurahan Sukabumi Selatan, 3 RT Ketinggian air 120 s/d 130 cm, akibat curah hujan tinggi. 3. Kelurahan Palmerah, 1 RT Ketinggian air 30 cm, akibat curah hujan tinggi. 4. Kelurahan Rawa Buaya, 3 RT Ketinggian air 20 s/d 50 cm, akibat curah hujan tinggi. 5. Kelurahan Duri Kepa Utara, 1 RT Ketinggian air 20 cm, akibat curah hujan tinggi. Baca juga Banjir di Jakarta Barat, 14 RT masih tergenang 6. Kelurahan Kembangan Utara, 1 RT Ketinggian air 80 cm, akibat curah hujan tinggi. 7. Kelurahan Tanjung Duren Utara, 1 RT Ketinggian air 20 cm, akibat curah hujan tinggi. 8. Kelurahan Petamburan, 1 RT Ketinggian air 20 cm, akibat curah hujan tinggi. 9. Kelurahan Pejaten Timur 4 RT Ketinggian air 30 cm, akibat Kenaikan Kali Ciliwung. Baca juga KLHK ungkap alasan kesulitan rehabilitasi DAS Ciliwung dan CisadanePewarta Ricky PrayogaEditor Edy Sujatmiko COPYRIGHT © ANTARA 2020
BanjirJakarta hampir terjadi di beberapa daerah aliran sungai (DAS) antara lain Ciliwung, Cisadane, dan Pesanggrahan. Dengan demikian, pola banjir di DKI Jakarta berkaitan erat dengan faktor fisiknya. Di Jakarta sendiri, yang dialiri sekitar 13 sungai besar, beberapa sungai berhulu di Kabupaten Bogor atau sekitar puncak.
Berabadabad setelah Purnawarman, pendatang-pendatang asing mengunjungi bandar yang bernama Jakarta atau Jayakarta yang letaknya di muara Ciliwung. Kota ini seakan-akan terletak di rawa, terpisah dari teluk oleh gosong-gosong lumpur, yang pada waktu surut hanya digenangi oleh air hampir satu kaki. Dalam musim hujan, kota ini tak jarang digenangi oleh air limpahan Ciliwung atau Sungai Besar. Sedangkan, di musim kemarau, airnya sangat sedikit.
o9khee. 418 123 226 397 261 349 147 410 253

banjir terjadi di daerah jakarta yang dialiri sungai ciliwung