Termasukjuga membentuk Dewan HAM untuk memonitor pelanggaran HAM di dunia. "Sebagian besar negara-negara di dunia pun telah berusaha untuk memberikan perlindungan HAM ini, meski tingkat perlindungan dan bidang yang dilindungi bisa berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya," kata Ma'ruf.
Bukan pertama kali Arab Saudi dituduh memanfaatkan teknologi digital untuk memata-matai oposisi, semisal menyusup ke Twitter demi mengidentifikasi musuh pemerintah. Sebab itu ambisi Saudi dan negara jiran, Uni Emirat Arab, untuk menguasai teknologi kecerdasan buatan memicu kekhawatiran para pegiat HAM. "Aplikasi AI semakin meningkat di seluruh dunia dan menawarkan cara baru untuk melanggar hak paling dasar dengan melakukan pengawasan dan manipulasi,” kata Angela Mueller dari lembaga keamanan digital, Algorithm Watch. "Tentunya ada ancaman bahwa sistem berbasis AI akan malah memperparah ketidakadilan yang ada, terutama jika negara dengan catatan HAM yang buruk, kini mendorong pengembangan AI dengan invesatsi miliaran Dollar AS,” Meyakinkan Tapi PalsuTo view this video please enable JavaScript, and consider upgrading to a web browser that supports HTML5 video Anggaran besar buat aplikasi kecerdasan buatan Data intelijen teranyar mengindikasikan pengeluaran yang besar di kawasan Teluk untuk teknologi AI. Angka yang dianggarkan bahkan melebihi budget untuk teknologi ini sejumlah negara Eropa. Laporan tahunan belanja AI oleh International Data Corporation mencatat, kawasan Timur Tengah membelanjakan USD 3 miliar tahun ini, dan akan meningkat menjadi USD 6,4 miliar pada 2026. Analis memperkirakan, anggaran untuk teknologi AI di kawasan Arab meningkat 30 persen per tahun hingga 2025. "Jumlah tersebut menandakan laju pertumbuhan paling cepat di seluruh dunia selama beberapa tahun ke depan,” tulis IDC dalam risetnya. Jangkauan aplikasi AI mencakup berbagai teknologi digital. Kecerdasan artifisial digunakan untuk pengoalahan data atau disebut "AI generatif". "Semakin besar daya, jumlah data dan penggunanya, semakin baik pula kinerja AI generatif,” tulis Deutsche Bank dalam sebuah laporannya. "Potensinya mencakup mulai dari seleksi data dan mengenali gambar atau percakapan, hingga mengidentifikasi sentimen pada ragam dokumen dan menciptakan teks, gambar atau kode.”Kecerdasan Buatan bagi Kereta Masa DepanTo view this video please enable JavaScript, and consider upgrading to a web browser that supports HTML5 video AI di bawah autoritarianisme Keunggulan teknologi AI sebabnya mencuatkan kekhawatiran jika dikuasai rejim autoriter dengan catatan panjang pelanggaran HAM. Patut dicatat juga, aplikasi AI di negara-negara Teluk sejauh ini tidak jauh berbeda dengan negara lain, semisal untuk layanan chatbot atau analisa data. Hal yang dikhawatirkan pegiat hak digital Timur Tengah sebaliknya berpusar pada keamanan data, pengawasan publik, filter dan sensor konten serta propaganda. Terlebih, AI dipercaya akan memperkuat akurasi dalam kemampuan pemerintah membidik warga yang mengikuti aksi demonstrasi atau mogok massal. Baik UEA atau Arab Saudi sudah merilis panduan etika aplikasi AI. Praktik yang juga lazim di banyak negara lain ini bersifat tidak mengikat dan sebabnya dikritik pegiat hak digital. "Prinsip etika AI tidak berguna dan gagal memitigasi kerusakan rasial, sosial dan lingkungan dari teknologi kecerdasan buatan,” kata Luke Munn, peneliti kebudayaan digital Australia. Menurutnya, tanpa kerangka hukum yang jelas, aplikasi AI sama sekali tidak bisa diregulasi. "Hasilnya adalah ketimpangan antara prinsip dan praktek.” Hal senada diungkapkan Iverna McGowan, direktur Pusat Demokrasi dan Teknologi Eropa, CDT. "Sistem AI membuka celah untuk pelanggaran terhadap hak dasar manusia melalui pengawasan Hal senada diungkapkan Mueler dari Algorithm Watch. "Kombinasi antara minimnya transparansi di area-area sensitif dengan potensi dampaknya terhadap hak dasar adalah sangat problematis, terutama di wilayah dengan perlindungan yang minim bagi hak asasi manusia.” rzn/as
KASUSPELANGGARAN HAM YANG TERJADI DI MALUKU Konflik dan kekerasan yang terjadi di Kepulauan Maluku sekarang telah berusia 2 tahun 5 bulan; untuk Maluku Utara 80% relatif aman, Maluku Tenggara 100% aman dan relatif stabil, sementara di kawasan Maluku Tengah (Pulau Ambon, Saparua, Haruku, Seram dan Buru) sampai saat ini masih belum aman dan
Ternate, Haliyora Komnas HAM Republik Indonesia menyoroti kasus kematian Siswa Bintara Sekolah Polisi Negara dan dugaan diskriminsi Masyarakat adat Tobelo Dalam di Provinsi Maluku Utara. Hal ini diungkapkan Nurjaman, Ketua Tim Pemantau dan Penyelidikan Komnas HAM RI kepada awak media, Senin malam 19/04/2921.ADVERTISEMENTSCROLL TO RESUME CONTENT “Dua kasus di Maluku Utara jadi sorotan Komnas HAM, yaitu tentang kematian Muhammad Rian siswa sekolah polisi di Maluku Utara dan kasus dugaan diskriminasi terhadap masyarakat adat Tobelo Dalam,” ungkapnya. Untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dua kasus tersebut, kata Nurjaman, Komnas HAM melakukan pemantauan lapangan untuk mengumpulkan informasi, data dan fakta. Katanya, hari ini Senin Komnas HAM RI bertemu dengan keluarga korban, siswa kepolisian bernama Muhammad Rian yang wafat di RSUD Chasan Boesoeri, 29 November 2020 lalu. “Kita meminta keterangan tentang kematian siswa tersebut apakah ada unsur kekesaran atau tidak yang menyebabkan dia meninggal,”jelasnya. Khusus kasus kematian Muhamad Rian, selain meminta keterangan pihak keluarga, Komnas HAM juga akan meminta keterangan dari pihak-terkait yaitu dari Polda Malut kemudian dari Sekolah Polisi Nasional dan juga melihat kangsung TKP. Kata Nurjaman, Komnas HAM baru mendapat informasi Kematian siswa SPM atas nama Muhammad Riyan itu pada Januari 2021. Disebutkan, Polda Malut dan SPM sebagai terlapor atas dugaan tindak kekerasan atas kematian siswa SPM Muhammad Rian. Sementara kasus dugaan diskriminasi suku Tobelo Dalam Tagutil, yang juga mendapat atensi Komnas HAM terkait pembunuhan tiga warga di hutan Halmahera, pada 20 Maret 2021 lalu. Katanya, dugaan diskriminasi suku Tobelo Dalam Tagurul tersebut dilaporkan oleh AMAN Malut. “Dalam konteks pembunuhan tiga warga itu kami mencoba mencari tau apakah ada kaitannya dengan dugaan diskriminasi ras dan etnis atau tidak. Permasalahan Tobelo Dalam ini belum bisa kami simpulkan apakah ada tindakan diskrimasi atau tidak,”pungkasnya. Alfian-1
Namun wacana dari dihidupkannya KKR tidak lagi terdengar dari pemerintah. "Sampai hari ini kita belum melihat langkah-langkah yang kongkrit, karena itu kami katakan ini bagian dari stagnasi," ujar Taufan. Berikut 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diserahkan Komnas kepada pemerintah : 1. Peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II 1998 di
Beberapa waktu yang lalu, Indonesia mempunyai masalah besar yang cukup mengancam kedaulatan bangsa. Masalah tersebut datang dari dua wilayah di Indonesia yaitu Jawa Timur tepatnya Malang dan Surabaya dengan Papua. Kasus tersebut memberikan banyak reaksi hingga berujung pada aksi unjuk rasa yang berakhir anarkis di Gedung DPRD Monokwari oleh masyarakat Papua. Aksi demo tersebut bermula dari adanya penyerbuan di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Kejadian Demo Di MonokwariPenyerbuan yang terjadi di asrama mahasiswa Papua bukan tanpa alasan. Ada laporan yang berisi bahwa diduga telah terjadi pengrusakan dan pembuangan bendera Merah Putih ke selokan oleh mahasiswa Papua. Berita tersebut lantas tersebar luas melalu pesan singkat kepada beberapa ormas yang ada di Surabaya. Hingga akhirnya pada tanggal 16 Agustus 2019, massa yang berasal dari beberapa ormas mendatangi kantor polisi untuk membuat laporan mengenai penistaan lambang negara. Dan pada tanggal 17 Agustus 2019, pihak polisi mencoba untuk melakukan dialog bersama mahasiswa Papua terkait tentang masalah pembuangan bendera Merah berharap jika pihak mahasiswa mau menjawab dan memberikan penjelasan mengenai masalah tersebut. Akan tetapi negosiasi tersebut gagal dilaksanakan sebab mahasiswa Papua belum memberikan tanggapan. Meskipun pihak kepolisian sudah meminta bantuan dari RT, RW, lurah, camat sampai dengan perkumpulan warga Papua di Surabaya, pihak mahasiswa tetap tidak keluar dari asrama untuk memberikan pihak lain, laporan mengenai penistaan lambang negara tersebut telah sampai ke Polrestabes Surabaya oleh gabungan ormas. Gabungan ormas menyampaikan jika tidak ada jawaban dari pihak mahasiswa, massa tidak akan segan untuk datang kembali ke asrama mahasiswa Papua. Mengetahui hal tersebut pihak kepolisian berusaha mencegah untuk menghindari aksi bentrok antara mahasiswa dengan terus berusaha untuk melakukan dialog dengan mahasiswa, namun tetap tidak membuahkan hasil. Hingga akhirnya polisi mengeluarkan peringatan sebanyak tiga kali sebelum melakukan tindakan dengan mengeluarkan surat perintah. Surat perintah tersebut berupa surat perintah tugas dan surat penggeledahan yang telah disiapkan sebelumnya. Pihak polisi akhirnya membawa 43 mahasiswa Papua ke Polrestabes Surabaya untuk melakukan penyelidikan. Setelah itu, mereka dipulangkan keesokan paginya setelah selesai memberikan yang diakibatan karena ditangkapnya mahasiswa oleh pihak kepolisian dan juga pengepungan asrama mahasiswa Papua memancing kemarahan warga di Papua. Mereka mulai melancarkan aksi unjuk rasa di sejumlah ruas jalanan di Manokwari dan berdampak lumpuhnya jalanan tersebut. Pihak kepolisian yang dibantu oleh TNI ikut turun tangan mengatasi para peserta demo yang semakin anarkis. Massa terus bergerak hingga menuju gedung DPRD Manokwari di Papua Barat dan membakar gedung Pelanggaran HAM Di PapuaTidak sedikit pihak yang melakukan aksi solidaritas yang muncul di berbagai daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung dan Medan. Aksi pengepungan yang terjadi asrama mahasiswa Papua di Surabaya dinilai telah melanggar Hak Asasi Manusia. Sehingga LBH Papua mulai mendesak Komnas HAM untuk segera menindak dan melakukan penyelidikan terkait dengan tindakan diskriminasi tahun 2018 hingga tahun 2019, tercatat terjadi 33 kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia atau HAM yang dialami oleh mahasiswa Papua di beberapa daerah di Indonesia. Jumlah tersebut diungkapkan oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum LBH Jakarta, Arif Maulana. Beliau menjelaskan jika Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan seluruh kantor perwakilan LBH di Indonesia telah mendampingi mahasiswa dalam menangani kasus pelanggaran – pelanggaran HAM tersebut terjadi di Surabaya sebanyak 9 kasus, Bali 5 kasus, Yogyakarta 3 kasus, Semarang 4 kasus, Jakarta 4 kasus dan Papua 8 kasus. Jenis pelanggaran HAM tersebut antar lain pembubaran diskusi, penyerangan asrama, penggerebekan asrama, penangkapan sewenang – wenang, pelanggaran hukum oleh aparat, hingga pembubaran aksi. Jika ditotal secara keseluruhan, korban yang merupakan mahasiswa Papua bisa mencapai 250 di atas tadi baru sebagian kecil dari bentuk pelanggaran HAM yang dialami oleh masyarakat Papua. Berdasarkan data dari Amnesty Internasional selama dua dekade sejak reformasi 1998 di Indonesia, laporan pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh pasukan keamanan di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua. Setidaknya terdapat 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh Kepolisian sebanyak 34 kasus, gabungan TNI-Polri 11 kasus, Satpol PP 1 kasus dan 23 kasus berasal dari militer, antara periode Januari 2010 sampai dengan Februari 2018 dengan korban jiwa mencapai 95 jiwa. Untuk 69 kasus tersebut sebagian besar tidak dilatarbelakangi oleh politik. Para aparat keamanan dan pemerintah terpaksa melakukan kekerasan seperti melakukan penembakan atau melakukan kekerasan menggunakan kekuatan untuk menjaga dan menghadapi gerakan kasus lain berupa kekerasan di Abepura pada tanggal 7 Desember 2000. Kasus ini dimulai dari penggerebekan beberapa asrama mahasiswa di Abepura, pinggiran Kota Jayapura. Aksi ini merupakan bentuk balasan dari penyerangan Polsek Abepura di malam sebelumnya hingga menewaskan 2 anggota polisi dan 1 orang penjaga keamanan. Sebanyak 1 orang mahasiswa ditembak mati, 2 orang mahasiswa tewas akibat dipukul dan sekitar 100 orang sisanya ditahan secara semena – mena. Kasus tersebut pun naik hingga dibentuklah Komisi Penyelidikan Hak Asasi Manusia bagi Papua pada Januari seorang aktivis Hak Asasi Manusia Papua, Yan Christian Warinussy, mengatakan jika pelanggaran HAM terbesar yang terjadi di Papua setidaknya ada 3 kasus. Ketiga masalah tersebut antara lain kasus Wasior di tahun 2001, kasus Wamena 2003 dan kasus Enarotali-Paniai tahun kasus di Wasior diawali dengan terbunuhnya lima anggota Brimob serta 1 orang warga sipil yang terjadi di PT. Vatika Papuana Perkasa. Diduga telah terjadi tindakan kekerasan, penyiksan, pembunuhan hingga penghilangan di Wamena yang terjadi pada tanggal 4 April 2003 ketika sebagian besar masyarakat Wamena sedang merayakan Paskah. Petugas keamanan melakukan penyisiran di 25 kampung dan diketahui jika sebelumnya telah terjadi pembobolan gudang senjata di Markas Kodim 1720 Wamena oleh sekelompok massa, sehingga mengakibatkan 2 TNI tewas. Dampak dari penyisiran tersebut, sebanyak 9 orang tewas dan 38 orang lainnya luka pelanggaran HAM terbesar terakhir yaitu terjadi pada tanggal 8 Desember 2014. Kejadian ini bermula dari penahanan mobil anggota TNI sehingga menewaskan 4 orang tewas di tempat kejadian dan 1 orang meninggal di rumah sakit. Kasus – kasus pelanggaran HAM di atas masih sebagian kecil dari kumpulan kasus yang ada. Namun akan lebih baik jika kita secara bersama – sama hidup secara damai tanpa adanya saling adu hingga mempecah belah kesatuan negara Indonesia.
Malukuberdarah atau Ambon berdarah, adalah sebutan untuk pelanggaran HAM berat yang terjadi di salah satu propinsi di wilayah timur Indonesia. Dimana pada saat itu terjadi kerusuhan yang dilakukan oleh suku agama satu kepada suku dan agama lainnya tepat sebelum perayaan Hari Raya Idul Fitri 1419H.
Negarapiara Pelanggaran hak Asasi Manusia (HAM) Papua, berawal pasca aneksasi Papua ke dalam Indonesia Sejak 1961. Proses pengintegrasian Papua ke dalam wilayah Indonesia melalui cara-cara yang tidak beradab (tidak Manusiawi). Pemaksaan dengan kekerasan Kekuatan militer menjadi pilihan waktu itu, hingga sampai saat ini Praktek Kekejaman
B PELANGGARAN HAM BERAT DI PROPINSI MALUKU. Maluku berdarah atau Ambon berdarah, adalah sebutan untuk pelanggaran HAM berat yang terjadi di salah satu propinsi di wilayah timur Indonesia. Dimana pada saat itu terjadi kerusuhan yang dilakukan oleh suku agama satu kepada suku dan agama lainnya tepat sebelum perayaan Hari Raya Idul Fitri 1419H
jW6wpJs. 442 380 377 177 364 70 102 342 108
pelanggaran ham di maluku