Pengertian hadis adalah segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang menjadi tumpuan umat Islam hingga saat ini. Ajaran agama Islam memiliki kitab suci AlQuran sebagai petunjuk hidup. Hadis sebagai sumber hukum kedua setelah AlQuran.. Keberadaan hadis, menjadi pelengkap dan menyempurnakan supaya umat tidak salah paham dalam memaknai setiap ayat atau ajaran agama.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Rawi dalam ulumul hadits adalah seseorang yang menyampaikan hadits berupa perkataan, perbuatan, persetujuan maupun sifat Rasul kepada umat Nabi Muhammad saw. Yang mana seorang rawi itu mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap hadits-hadits Rasulullah, karena apabila seorang rawi itu tidak memiliki syarat-syarat yang telah ditentukan oleh para ulamaโ€™ hadits, maka hadits yang disampaikannya tidak diterima atau ditolak. At tahammul wal al adaa merupakan dua istilah yang tidak asing lagi dalam ilmu hadits karena keduanya merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan hadits di dunia ini oleh karenanya pada kesempatan ini penulis memilih judul yang berkaitan dengan at tahammul wal al adaa supaya penulis bisa lebih mengetahui mengenai at tahammul wal al adaa dan kita semua bisa mengetahui atau lebih akrab lagi dengan istilah-istilah dalam ilmu hadits yang belum kita ketahui at tahammul wal al adaa . 2. Rumusan Masalah Apa pengertian dan syarat-syarat perawi hadits? Apa yang dimaksud dengan at tahammul? Apa yang dimaksud dengan al adaa? 3. Tujan Penulisan Mengetahui pengertian dan syarat-syarat perawi hadits? Mengetahui apa yang dimaksud dengan at tahammul Mengetahui apa yang dimaksud dengan al adaa BAB II PEMBAHASAN 1. Rawi Hadits Kata rawi atau ar-rawi berarti orang yang meriwayatkan atau memberikan hadits[1]. Sedangkan menurut istilah yaitu orang yang menukil, memindahkan atau menuliskan hadits dengan sanadnya baik itu laki-laki maupun perempuan. Syarat-Syarat Rawi Berakal, cakap/cermat , adil, dan Islam adalah syarat syarat yang mutlak untuk menjadi seorang perawi agar riwayatnya dapat diterima . apabila seorang perawi tidak memenuhi seluruh predikat itu maka hadistnya akan ditolak dan tidak akan dipakai. Oleh para kritikus hadist, baik angkatan lama maupun angkatan baru, keempat syarat tersebut membutuhkan penjabaran lebih lanjut. Syuโ€™bah bin al~Hajjaj160 H pernah ditanya โ€œ Siapakah yang hadistnya terpakai ?โ€ Syuโ€™bah menjawab โ€œ Orang yang meriwayatkan hadist dari orang terkenal yang justru tidak mereka kenal, hadistnya tidak terpakai. Atau apabila dia salah memahami suatu hadist. Atau bila dia sering melakukan kesalahan-kesalahan. Atau meriwayatkan hadist yang disepakati banyak orang bahwa hadist tersebut salah. Maka hadist-hadist yang diriwayatkan oleh orang seperti itu tidak dipakai. Adapun selainya, boleh diriwayatkan.โ€[2] Tampaknya Syuโ€™bah ingin menegaskan bahwa dua syarat yang harus dipenuhi oleh seorang perawi bila hadistnya ingin diterima yakni adil dan cermat. Sering melakulan kesalahan berarti tidak cermat, dan menyalahgunakan pemahaman hadist berarti tidak adil. Mengenai persyaratan harus Islam dan berakal, keduanya sudah menjadi syarat penting dan mutlak , sehingga Syuโ€™bah tidak perlu menyebutkanya lagi . sebab tidak bisa kita gambarkan lagi seorang yang adil tapi bukan Islam atau orang yang cermat tapi tak berakal. a. Berakal Menurut para ahli hadist berkal berarti identik dengan kemampuan seseorang untuk membedakan. Jadi untuk mampu menanggung dan menyampaikan suatu hadist, seseorang harus telah memasuki usia akil balig[3]. Sahabat yang paling banyak menerima riwayat, yang mereka dengar pada masa kecilnya, ialah Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, dan Abu Saโ€™id al-Khudri. Mahmud bin rabiโ€™ masih ingat Rasulullah menghukumnya pada waktu ia membuat kesalahan dan beliau wafat ketika Mahmud berusia 5 tahun.[4] b. Cermat Kecermatan perawi bisa dikenali dari hadist yang dia riwayatkan ternyata cocok dengan yang diriwayatkan oleh orang yang dikenal cermat, telilti dan terpercaya. tetapi itu tidak harus mengena keseluruhan. Perbedaan yang tidak sedikit tentang hadist yang mereka riwayatkan masih dapat didamaikan. Tapi jika perbedaan terlampau jauh dan tidak sesuai dengan hadist yang mereka riwayatkan, maka kecermatanya masih diragukan.[5] Syuโ€™bah al-Hajjaj berkata โ€œHadist aneh yang anda terima berasal dari orang yang aneh pulaโ€.[6] Allah akan menghargai orang orang yang bersikap cermat dalam periwayatan hadist, merekalah orang yang pandai dan bijaksana, mereka hanya mau mengutip hadis shahih saja . hadist shahih diketahui bukan hanya dari riwayatnya saja tapi juga melalui pemahaman dan penghafal dan banyak mendengar.[7] c. Adil Perawi yang adil ialah yang bersikap konsisten dan berkomitmen tinggi pada urusan agama, yang bebas dari setiap kefasikan dan dari hal-hal yang merusak kepribadian, Al-khatib al-Baghdadi memberikan definisi adil sebagai berikut โ€yang tahu melaksanakan kewajibannya dan segala yang diperintahkanya kepadanya- dapat menjaga diri dari larangan-larangan, menjauhi dari kejahatan, mengutamakan kebenaran dan kewajiban dalam segala tindakan dan pergaulannya, serta menjaga perkataan yang bisa merugikan agama dan merusak kepribadian. Barang siapa dapat menjaga dan mempertahankan sifat-sifat tersebut maka ia dapat disebut bersikap adil bagi agamanya dan hadistnya diakui kejujuranya.โ€[8] Para ulama membedakan adilnya seorang rawi dan bersihnya seorang saksi. Jika masalah kebersihan dapat baru diterima dengan penyaksian dua saksi. Saksi ini baik laki laki maupun saksi perempuan, orang merdeka atau berstatus budak, dengan persyaratan dapat adil terhadap dirinya sendiri.[9] Itulah menurut Imam fakhrudin dan Saif-Ahmad. Kepribadian yang baik harus dipenuhi oleh seorang rawi yang adil lebih banyak dikaitkanya dengan ukuran ukuran moral seorang rawi d. Muslim Mengenai syarat ke-Islaman, itu sudah jelas. Seorang rawi harus meyakini dan mengerti akidah Islam, karena dia meriwayatkan hadist atau khabar yang berkaitan dengan hukum-hukum, urusan dan tasyriโ€™ agama Islam. Jadi dia mengemban tanggung jawab untuk urusan memberi pemahaman tentang semuanya kepada manusia. Namun syarat Islam sendiri hanya berlaku ketika seseorang menyampaikan hadist, bukan ketika membawa atau menanggungnya.[10] 2. Penerimaan Hadits Para ulama ahli hadits mengistilahkan โ€œmenerima dan mendengar suatu periwayatan hadist dari seorang guru dengan menggunakan beberapa metode penerimaan haditsโ€ dengan istilah at-tahammul, sedangkan menyampaikan hadits kepada orang lain mereka istilahkan dengan al aada. [11] Syarat menerima riwayat hadits Menurut pendapat yang sahih, perawi pada waktu menerima riwayat hadits tidak disyaratkan harus beragama Islam dan baligh, namun setidak-tidaknya harus sudah tamyiz. Jadi orang kafir dan anak-anak dinyatakan sah menerima riwayat hadits, tetapi untuk kegiatan penyampaiannya tidak sah sebelum masuk Islam dan baligh.[12] Ada sebagian pendapat menyatakan, bahwa perawi hadits dalam melaksanakan kegiatan penerimaan riwayat hadits dinyatakan harus baligh pendapat ini tidak benar, sebab banyak kaum muslimin secara ijmaโ€™ menerima atau tidak mempersoalkan riwayat sahabat, baik diterima sebelum atau sesudah baligh. Para ulama berbeda pendapat tentang minimal usia disunatkan mendengar hadits Menurut ulama Syam minimal berumur 30 tahun Menurut ulama Kufah, minimal berumur 20 tahun Menurut ulama Basrah, minimal berumur 10 tahun Untuk masa sekarang yang benar adalah mulai umur sedini mungkin sekiranya yang bersangkutan sudah mampu mendengarnya, karena semua hadits sudah tercatat dalam kitab-kitab hadits. Tata cara Penerimaan Riwayat Hadits Para ulama ahli hadits menggolongkan metode menerima suatu periwayatan hadits menjadi delapan macam[13] yaitu Al-simaโ€™ Suatu cara penerimaan hadits dengan cara mendengarkan sendiri dari perkataan gurunya dengan cara didiktekan, baik dari hafalannya maupun dari tulisannya, sehingga yang menghadirinya mendengar apa yang dismpaikannya tersebut. Menurut jumhur ahli hadits, ini yang paling tinggi tingkatannya. Sebagian mereka ada yang mengatakan bahwa al-samaโ€™ yang dibarengi al kitabah mempunyai nilai lebih tinggi dan paling kuat, karena terjamin kebenarannya dan terhindar dari kesalahan dibandingkan dengan cara lainnya. Termasuk dalam kategori samaโ€™ juga seseorang yang mendengarkan hadits dari Syeikh dari balik sattarsemacam kain pembatas/penghalang. Jumhur ulama membolehkannya dengan berdasarkan para sahabat yang juga pernah melakukan hal demikian ketika meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah melalui ummahat al-muโ€™minin para istri Nabi. Kata yang dipakai adalah ุณู…ุนุช ุงูˆ ุญุฏ ุซู†ูŠ ุงูˆ ุฃุฎุจุฑ ู†ูŠ ุงูˆ ุฃู†ุจุฃ ู†ูŠ ุงูˆ ู‚ุงู„ ู„ูŠ ุงูˆ ุฐ ูƒุฑ ู„ูŠ Al Qiraโ€™ah ala al Syaikh atau Aradh al Qiraโ€™ah Yakni suatu cara penerimaan hadits dengan cara seseorang membacakan hadits dihadapan gurunya , baik dibaca sendiri atau dibaca orang lain dan dia mendengarkanya, sedangkan sang guru mendengarkan atau menyimaknya, baik seorang guru hafal maupun tidak, tetapi ia memegang kitabnya atau mengetahui tulisannya atau dia tergolong tsiqqah. Kata yang dipakai untuk cara ini 1 Yang paling hati-hati ู‚ุฑ ุฃุช ุนู„ูŠ ูู„ุง ู† ุงูˆ ู‚ุฑ ุฆ ุนู„ูŠู‡ ูˆ ุงู†ุง ุฃุณู…ุน ูุฃู‚ุฑ ุฃ ุจู‡ 2 Menggunakan ibarat al samaโ€™ yang dikaitkan dengan lafal qiraโ€™ah ุญุฏ ุซู†ุง ู‚ุฑ ุงุกุฉ ุนู„ูŠู‡ 3 Yang sering dipakai oleh sebagian besar ulamaโ€™ hadits hanya kata ุฃุฎุจุฑ ู†ุง Al-Ijazah Yaitu, seorang guru memberikan izin kepada muridnya untuk meriwayatkan yang ada padanya. Pemberian izin ini dinyatakan secara lisan atau tulisan. Contohnya seperti perkataan seorang guru kepada salah satu muridnya ุฃุฌุฑุช ู„ูƒ ุงู† ุชุฑูˆูŠ ุนู†ูŠ ุตุญูŠุญ ุงู„ุจุฎุงุฑูŠ โ€œ saya beri izin untuk meriwayatkan hadits-hadits yang ada pada kitab shahih al_bukhari.โ€ Al-Munawalah Al munawalah terbagi menjadi 2 macam yaitu Al munawalah al maqrunah bi al-ijazah yaitu al munawalah yang dibarengi dengan ijazah. Prakteknya, seorang guru hadits menyodorkan kepada muridnya hadits yang ada padanya, kemudian guru tadi berkata โ€ anda saya beri ijazah untuk meriwayatkan hadits yang saya peroleh iniโ€, atau seorang murid menyodorkan hadits kepada guru hadits, kemudian guru itu memeriksanya dan setelah guru memaklumi bahwa dia juga meriwayatkan, maka dia berkata โ€œhadits ini telah saya terima dari guru-guru saya dan anda saya beri ijazah untuk meriwayatkan hadits ini dari sayaโ€. Bentuk ijazah ini dinilai paling tinggi kualitasnya diantara bentuk ijazah yang lain. Al munawalah mujarradah an al ijazh yaitu al munawalah yang tidak dibarengi dengan ijazah. Praktejnya seoran gguru menyodorkan kitab hadits kepada muridnya sambil berkata โ€œini hadits yang pernah saya dengarโ€ atau โ€œini hadits yang telah saya riwayatkanโ€. Kalimat periwayatan yang dipakai dengan cara al-munawalah Untuk al-munawalah al maqrunah bi al-ijazah yang terbaik dengan kata ู†ุงูˆู„ู†ูŠ ุฃูˆ ู†ุงูˆู„ู†ูŠ ูˆุฃุฌุง ุฒู„ูŠ Boleh juga memakai ibarat al-samaโ€™ atau al-qiraโ€™ah yang dikaitkan dengan kata munawalah dan ijazah seperti ุญุฏุซู†ุง ู…ู†ุง ูˆู„ุฉ ุฃ ูˆ ุฃุฎุจุฑู†ุง ู…ู†ุง ูˆู„ุฉ ูˆุงุฌุงุฒุฉ Al-Kitabah Artinya seorang guru hadits menulis hadits yang diriwayatkannya untuk diberikan kepada orang tertentu, baik ditulis sendiri maupun orang lain atas permintaannya, baik yang diberi itu berada dihadapan guru atau tidak. Al kitabah dibagi menjadi 2 macam yaitu Al kitabah yang disertai dengan ijazah, seperti perkataan ุฃุฌุฒุชูƒ ู…ุง ูƒุชุจุช ู„ูƒ ุฃูˆ ุงู„ูŠูƒ Al kitabah yang tidak dibarengi dengan ijazah, artinya seorang guru menulis sebagian hadits untuk diberikan kepada seorang tanpa memberi izin meriwayatkannya. Kalimat periwayatan yang digunakan untuk cara al-kitabah Dengan jelas memakai lafal al-kitabah, seperti perkataan ูƒุชุจ ุงู„ูŠ ูู„ุงู† Atau memakai lafal al-samaโ€™ atau al qiraโ€™ah yang dikaitkan dengan lafal al-kitabah seperti perkataan ุญุฏ ุซู†ูŠ ูู„ุง ู† ุฃูˆ ุฃุฎุจุฑ ู†ูŠ ูƒุชุง ุจู‡ Al-Iโ€™lam Artinya seorang guru hadits memberitahukan kepada muridnya, hadits atau kitab hadits yang telah didengarnya atau diterimanya dari perawinya. Kalimat yang sering dipakai untuk cara al-Iโ€™lam antara lain ุนู„ู…ู†ูŠ ุดูŠุฎูŠ ุจูƒุฐุง Al-Washiyah Artinya, seorang guru menjelang wafatnya atau sebelum bepergian, ia memberikan wasiat kepada seseorang untuk sebuah kitab hadits yang pernah diriwayatkan. Kalimat yang dipakai untuk cara al-washiyah yaitu ุฃูˆ ุตูŠ ุงู„ูŠ ูู„ุงู† ุจูƒุฐ ุฃูˆ ุญุฏ ุซู†ูŠ ูู„ุงู† ูˆุตูŠุฉ Al-Wijadah Artinya, seorang murid menemukan beberapa hadits catatan seorang guru hadits yang dikenalnya dan tidak diperoleh dengan cara mendengar atau ijazah. Kata-kata yang dipakai untuk cara al-wijadah antara lain ูˆุฌุฏ ุช ุจุฎุท ูู„ุงู† ุฃูˆ ู‚ุฑุฃุช ุจุฎุท ูู„ุงู† ูƒุฐ ุง 3. Periwayatan hadits Al adaโ€™ ialah menyampaikan atau meriwayatkan hadits kepada orang lain. Oleh karenanya, ia mempunyai peranan yang sangat penting dan sudah barang tentu mempunyai pertanggung jawaban yang cukup berat sebab sah atau tidaknya suatu hadits juga sangat bergantung padanya. Mengingat hal-hal seperti ini, jumhur ahli hadits, ahli ushul dan ahli fiqh menetapkan beberapa syarat bagi periwayatan hadits, sebagaimana berikut ini[14] Islam Pada waktu meriwayatkan hadits, maka seorang perawi harus muslim, dan menurut ijma periwayatan kafir tidak sah. Seandainya perawinya seorang fasik saja kita disuruh bertawaquf, maka lebih-lebih perawi yang kafir. Kaitannya dengan masalah ini dapat kita bandingkan dengan firman Allah surat Al-hujuraat ayat 6 sebagai berikut 6. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. Baligh Yang dimaksud dengan baligh ialah perawinya cukup usia ketika meriwayatkan hadits, walaupun penerimaannya sebelum baligh. Hal ini didasarkan pada hadits rasul ุฑูุน ุงู„ู‚ู„ู… ุนู† ุซู„ุง ุซุฉ ุนู† ุงู„ู…ุฌู†ูˆู† ุงู„ู…ุบู„ูˆุจ ุนู„ูŠ ุนู‚ู„ู‡ ุญุชูŠ ูŠููŠู‚ ูˆุนู† ู†ุงุฆู… ุญุชูŠ ูŠุณุชูŠู‚ุธ ูˆุนู† ุงู„ุตุจูŠ ุญุชูŠ ูŠุญุชู„ู… Hilangnya kewajiban menjalankan syariโ€™at Islam dari tiga golongan, yaitu orang gila sampai dia sembuh, orang yang tidur sampai bangun dan anak-anak sampai ia mimpi HR. Abu Daud dan Nasaโ€™iI Adalah Yang dimaksud dengan adil adalah adalah suatu sifat yang melekat pada jiwa seseorang yang menyebabkan orang yang mempunyai sifat tersebut, tetap taqwa, menjaga kepribadian dan percaya pada diri sendiri dengan kebenarannya, menjauhkan diri dari dosa besar dan sebagian dosa kecil, dan menjauhkan diri dari hal-hal yang mubah, tetapi tergolong kurang baik dan selalu menjaga kepribadian. Dhabit Dhabit ialah ุชูŠู‚ุธ ุงู„ุฑุงูˆูŠ ุญูŠู† ุชุญู…ู„ู‡ ูˆูู‡ู…ู‡ ู„ู…ุง ุณู…ุนู‡ ูˆุญูุธู‡ ู„ุฐ ู„ูƒ ู…ู† ูˆู‚ุช ุงู„ุชุญู…ู„ ุงู„ูŠ ูˆู‚ุช ุงู„ุฌุงุก โ€œTeringat kembali perawi saat penerimaan dan pemahaman suatu hadits yang ia dengar dan hafal sejak waktu menerima hingga menyampaikanโ€ Jalannya mengetahui kedhabitan perawi dengan cara Iโ€™tibar terhadap berita-beritanya dengan berita-berita yang shiqqah dan memberikan keyakinan. Ada yang mengatakan, bahwa disamping syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas, antara suatu perawi dengan perawi lain harus bersambung, hadits yang disampaikan tidak syadz, tidak ganjil dan tidak bertentangan hadits-hadits yang lebih kuat ayat-ayat al qurโ€™an. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Dari penjelasan syarat-syarat rawi dan tahammul wa al-adaโ€™ di atas dapat kami ambil kesimpulan bahwa syarat-syarat rawi itu ada 4 yaitu berakal, cakap/cermat , adil, dan islam. Dan keempat hal ini harus dipenuhi oleh seorang rawi, apabila salah satu tidak terpenuhi maka hadistnya akan ditolak dan tidak akan di pakai. Para ulama ahli hadits mengistilahkan โ€œmenerima dan mendengar suatu periwayatan hadist dari deorang guru dengan menggunakan beberapa metode penerimaan haditsโ€ dengan istilah at-tahammul, sedangkan menyampaikan hadits kepada orang lain mereka istilahkan dengan al adaโ€™. At tahammul menerima periwayatan hadits sendiri mempunyai 8 cara yaitu al simaโ€™, al qiroโ€™ah, al ijazah, al munawalah ,al kitabah, al iโ€™lam, al washiyah, dan al wijadah. Sedangkan al adaโ€™ menyampaikan hadits memiliki 4 syarat yang harus dipenuhi semua, karena ia mempunyai peranan yang sangat penting dan sudah barang tentu mempunyai pertanggung jawaban yang cukup berat sebab sah atau tidaknya suatu hadits juga sangat bergantung padanya. Adapun 4 syarat tersebut yaitu islam, baligh, adalah adil, dan dhabit DAFTAR PUSTAKA Al Naisaburi, Al Hakim. 2006. Maโ€™rifah Ulum al-Hadist. Bandung Nuansa Cendekia. Al Shanโ€™ani, Muhammad,. 1998. Taudlih al Afkar Limaโ€™ani Tanqihil Andhar, vol 1, Beirut Dar Ihyaul Turats al Arabi, Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor Ghalia Indonesia Thahhan, Mahmud. 2007. Intisari Ilmu Hadits. Malang UIN-Malang Press Uwayd ,Salah Muhammad Muhammad. 1989. Taqrib Al-tadrib . Beirut Dar al-Kutub al-Imliyyah [1] Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor Ghalia Indonesia. hal 120 [2]Al Naisaburi, Al Hakim. 2006. Maโ€™rifah Ulum al-Hadist. Bandung Nuansa Cendekia. hal 62 [3] Al-Khatib Al-Baghdadi. Al-kifayah. hal 54 [5]Salah Muhammad Muhammad Uwayd. Taqrib Al-tadrib . Beirut Dar al-Kutub al-Imliyyah, 1989 hal 110 [6] Al-Khatib Al-Baghdadi .Al-Kifayah .hal 141 [7] Al Hakim al Naisaburi. Maโ€™rifah Ulum al-Hadist. hal 59 [8]Al-Khatib Al-Baghdadi. Al-kifayah .hal 80 [9] Muhammad Al Shanโ€™ani. Taudhid al-Afkar 2/121. [10] Al-Khatib Al-Baghdadi . Al-Kifayah hal 76 [11] Sohari Sahrani. Ulumul Hadits.Bogor Penerbit Ghalia Indonesia, 2010 hal 176 [12] Mahmud Thahhan. Intisari Ilmu Hadits. Malang UIN-Malang Press,2007 hal 174 [13] Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor Ghalia Indonesia hal. 177 [14] Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor Ghalia Indonesia hal 182 ShahihLi Dzatihi adalah sebuah hadis yang mencakup semua syarat hadis sahih dan tingkat rawi berada pada tingkatan pertama. Membaca Peringkat Hadis Ma Had Aly Hasyim Asy Ari . 1 Sohari Sahroni Ulumul Hadits Bogor. Syarat Syarat Perawi Hadits Tingkatan 1. Yaitu hadits yang mutawatir dari sisi. Yaitu Hadits yang memenuhi 5 syarat berikut ini. 5 Lima Syarat Hadis Shahih Berdasarkan kuantitas sanad, hadis dibagi menjadi dua; hadis mutawatir dan hadis ahad. Sedangkan ditinjau berdasarkan kualitas sanad, hadis dibagi menjadi tiga; hadis shahih, hasan, dan dhaif. Pada pembahasan berikut ini, kita akan memfokuskan pada penjelasan hadis shahih. Apa itu hadis shahih? Apa saja syaratnya? Secara bahasa, shahih berarti sehat atau lawan dari sakit. Makna ini menjadi makna sebenarnya untuk fisik, namun merupakan majaz untuk hadis. Sementara secara istilah, Hafidz Hasan Al-Masโ€™udiy Gurus besar Universitas Al-Azhar As-Syarif serta pengarang kitab Minhatu Al-Mughits, menjelaskan hadis shahih dalam kitabnya sebagaimana berikut. ู…ูŽุงุงุชู‘ูŽุตูŽู„ูŽ ุงูุณู’ู†ูŽุฏูู‡ู ุจูู†ูŽู‚ู’ู„ู ุงู„ู’ุนูŽุฏู’ู„ู ุงู„ุถู‘ูŽุงุจูุทู ุถุจุทุง ุชุงู…ุง ุนูŽู†ู’ ู…ูุซู’ู„ูู‡ู ุงูู„ูŽู‰ ู…ูู†ู’ุชูŽู‡ูŽู‰ ุงู„ุณู‘ูŽู†ูŽุฏู ู…ูู†ู’ ุบูŽูŠู’ุฑูุดูุฐููˆู’ุฐู ูˆูŽู„ูŽุงุนูู„ู‘ูŽุฉู ู‚ูŽุงุฏูุญูŽุฉู Hadis yang bersambung sanadnya diriwayatkan oleh rawi yang adil lagi dhabit kuat hafalannya dan dari rawi yabg sekualitas dengannya hingga puncak akhir sanada, terhindar dari syadz kejanggalan dan tidak ada illat cacat yang parah. Berdasarkan istilah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hadis shahih itu harus memiliki lima syarat yang penjabarannya adalah sebagaimana berikut. Pertama, bersambung sanadnya ittishalus sanad. Artinya, tiap-tiap rawi periwayat hadis dari rawi lainnya benar-benar mengambil hadis secara langsung dari orang di atasnya dari sejak awal sanad sampai akhir sanad. Jadi, setiap rangkaian rawi dalam sanad tersebut memiliki hubungan guru dan murid. Hal ini bisa diketahui dengan melihat biografi masing-masing rawi di kitab sejarah para rawi hadis rijal al-hadis. Biasanya dalam kitab tersebut dicantumkan nama guru dan muridnya, namun apabila tidak disebutkan bisa juga diketahui dengan melihat perjalanan ilmiah atau tahun wafatnya. Kedua, Perawinya Adil di dalam periwayatan. Adil di sini bermakna perawi tersebut Islam, Aqil berfikir sehat, Baligh dewasa, terhindar dari melakukan dosa besar atau dosa-dosa kecil yang terus menerus, terhindar dari hal-hal yang menodai kepribadian. Misalnya makan di pasar, berjalan tanpa alas kaki atau tidak memakai penutup kepala Ketiga, Dlabith, artinya kuat ingatan. Sedangkan Dlabith ada dua macam; Dlabith Shadri, artinya ingatan rawi benar-benar tersimpan kuat di dalam pikirannya atas apa yang telah ia dengar dan terima, ingatannya tersebut sanggup ia keluarkan kapanpun dan di manapun ia kehendaki Dlabith Kitab, artinya rawi tersebut kuat ingatannya berdasarkan buku catatannya yang ia tulis sejak ia mendengar atau menerima hadis. Hal ini berlaku pada zaman pertama periwayatan hadis, untuk zaman sekarang cukup berdasar pada naskah-naskah yang telah disepakati dan telah disahihkan Keempat, Tidak terdapat kejanggalan. Maksudnya Periwayatan seorang rawi yang dikatakan tsiqah dipercaya berbeda dengan periwayatan banyak rawi lainnya yang juga tsiqah dipercaya, sebab ditambah atau dikurangi sanad maupun matannya Kelima, Tidak adanya kecacatan. Yaitu cacat yang berada pada hadis, di mana secara dlahir hadis tersebut dapat diterima, akan tetapi setelah diselidiki secara mendalam dan dengan seksama jalur periwayatannya mengandung cacat yang menyebabkan hadis itu ditolak. Mislanya hadis mursal atau munqathiโ€™ akan tetapi diriwayatkan secara muttashil. ุงู„ุนู…ุฏุฉ Khoirul Anam KN
Untukbisa dikatakan sebagai hadits shahih, maka sebuah hadits haruslah memenuhi kriteria berikut ini: 1. Adil Perawinya harus bersifat adil. Adil di sini artinya bukandalam memutuskan perkara, melainkan orang yang selalu memelihara ketaatan kepada Allah SWT dan menjauhi perbuatan maksiat.
Ilustrasi Pengertian Hadits Menurut Bahasa dan Istilah. Foto PexelsHadits merupakan sumber ajaran berasal dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan landasan syariat agama hadist dalam kehidupan sehari-hari sunah hukumnya bagi setiap umat muslim. Sebab, hadits dijadikan sumber hukum Islam kedua setelah Al memiliki peranan penting dalam Islam. Hadits berfungsi menjelaskan apa yang dimaksud dalam Al Quran. Untuk memahaminya lebih lanjut, yuk simak pengertian hadits menurut bahasa dan istilah berikut Pengertian Hadits Menurut BahasaIlustrasi Pengertian Hadits Menurut Bahasa dan Istilah. Foto PexelsMengutip buku Hadits Nabi dari Masa ke Masa oleh Dr. Muhammad Ajaj Al-Khathib, pengertian hadits menurut bahasa adalah sesuatu yang baru atau berita, sedikit ataupun laman Kemenag, hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau waktu yang arti lain, hadist menurut bahasa adalah sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang ke orang lainMemahami Pengertian Hadits Menurut IstilahIlustrasi Pengertian Hadits Menurut Bahasa dan Istilah. Foto PexelsDikutip dari buku Memahami Ilmu Hadis oleh Asep Herdi, pengertian hadits menurut istilah adalah perkataan Nabi qauliyah, perbuatan Nabi fiโ€™liyah dan segala keadaan Nabi ahwaliyah.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian hadits adalah sabda, perbuatan, taqrir ketetapan Nabi Muhammad SAW. yang diriwayatkan atau diceritakan oleh sahabat untuk menjelaskan dan menetapkan hukum laman Kemenag, hadist menurut istilah syaraโ€™ adalah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik ucapan, perbuatan, atau pengakuan. Berikut ini penjelasan mengenai ucapan, perbuatan, dan Qauliyah ucapan yaitu hadits-hadits Rasulullah yang diucapkan untuk berbagai tujuan dan persuaian situasi.Hadits Fiโ€™liyah adalah perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti mengerjakan solat lima waktu dengan tata cara beserta Taqririyah yakni perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah diikrarkan oleh Nabi Muhammad SAW, baik perbuatan itu bentuk ucapan atau perbuatan. Ikrar yang dimaksud bisa dengan cara mendiamkannya atau melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu sehingga dianggap sebagai HaditsIlustrasi fungsi hadits. Foto PexelsHadits berfungsi sebagai pedoman bagi umat Islam dalam melaksanakan ibadah dan perilaku sehari-hari. Fungsi hadits lainnya di antaranyaMenjelaskan ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur'an. Hadits membantu untuk memahami ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur'an dengan lebih rinci dan teladan Nabi Muhammad SAW. Hadits adalah kumpulan perkataan, perbuatan, dan sikap Nabi Muhammad SAW. Dengan mengikuti teladan beliau, umat Islam dapat memperbaiki akhlak, perilaku, dan ibadahnya, serta meningkatkan kualitas hidupnya di dunia dan kesinambungan ajaran Islam. Hadits merupakan warisan dari generasi terdahulu yang diwariskan secara turun temurun hingga sampai kepada umat Islam saat keimanan. Hadits membantu umat Islam memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada Allah kesatuan dan persatuan umat Islam Hadits memiliki peran penting dalam mempersatukan umat Islam dan menghindari itu hadits Qauliyah?Apa itu hadits Fiโ€™liyah?Apa arti hadits Taqririyah? Bukuyang termasuk kategori ini adalah karya al-Dzahabiy yang berjudul Tarikh al-Islam. 3. Menyusun periwayat secara alfabetis. Metode ini sangat membantu para penulis yang membahas para periwayat hadis. Yang menggunakan metode ini antara lain Ibn Hajr al-'Atsqalani (w. 852 H) dalam bukunya Tahdzib al-Tahdzib. 4. Menyusun periwayat

Kriteria-kriteria Hadits Shahih Syarah Mandzumah al Baiquniyah Dalam matan Baiquniyah ุฃูŽูˆู‘ูŽู„ูู‡ูŽุง ุงู„ุตู‘ูŽุญููŠุญู ูˆูŽู‡ู’ูˆูŽ ู…ูŽุง ุงุชู‘ูŽุตูŽู„ู’ โ€ฆ ุฅุณู’ู†ูŽุงุฏูู‡ู ูˆูŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุดูุฐู‘ูŽ ุฃูŽูˆู’ ูŠูุนูŽู„ู’ Yang pertama adalah shahih, yaitu yang bersambungโ€ฆsanadnya dan tidak syadz atau mengandung illat penyakit. ูค โ€“ ูŠูŽุฑู’ูˆููŠู‡ู ุนูŽุฏู’ู„ูŒ ุถูŽุงุจูุทูŒ ุนูŽู†ู’ ู…ูุซู’ู„ูู‡ู โ€ฆ ู…ูุนู’ุชูŽู…ูŽุฏูŒ ูููŠ ุถูŽุจู’ุทูู‡ู ูˆูŽู†ูŽู‚ู’ู„ูู‡ู Diriwayatkan oleh orang yang adil, kokoh dalam periwayatan mendapatkan khabar dari orang yang semisal dengannyaโ€ฆyang diakui dalam kekokohan dan penukilan Penjelasan al-Imam al-Baiquniy rahimahullah menyebutkan kriteria atau persyaratan hadits shahih ada 5, yaitu Sanadnya bersambung. Para perawinya adil. Para perawinya kokoh dalam periwayatan dhobth. Tidak syadz Tidak memiliki illat penyakit/ cacat yang tercela Masing-masing poin itu akan dijelaskan secara lebih mendetail 1. SANADNYA BERSAMBUNG Salah satu kriteria suatu hadits dikatakan shahih adalah jika sanadnya bersambung. Masing-masing perawi benar-benar mendengar langsung dari perawi di atasnya. Berikut ini adalah contoh hadits dalam Shahih al-Bukhari yang menunjukkan sanadnya bersambung. Al-Imam al-Bukhari menyatakan ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุฎูŽู„ู‘ูŽุงุฏู ุจู’ู†ู ูŠูŽุญู’ูŠูŽู‰ ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุนููŠุณูŽู‰ ุจู’ู†ู ุทูŽู‡ู’ู…ูŽุงู†ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุณูŽู…ูุนู’ุชู ุฃูŽู†ูŽุณูŽ ุจู’ู†ูŽ ู…ูŽุงู„ููƒู ุฑูŽุถููŠูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู†ู’ู‡ู ูŠูŽู‚ููˆู„ู ู†ูŽุฒูŽู„ูŽุชู’ ุขูŠูŽุฉู ุงู„ู’ุญูุฌูŽุงุจู ูููŠ ุฒูŽูŠู’ู†ูŽุจูŽ ุจูู†ู’ุชู ุฌูŽุญู’ุดู ูˆูŽุฃูŽุทู’ุนูŽู…ูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูŽุง ูŠูŽูˆู’ู…ูŽุฆูุฐู ุฎูุจู’ุฒู‹ุง ูˆูŽู„ูŽุญู’ู…ู‹ุง ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽุชู’ ุชูŽูู’ุฎูŽุฑู ุนูŽู„ูŽู‰ ู†ูุณูŽุงุกู ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽุชู’ ุชูŽู‚ููˆู„ู ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ุฃูŽู†ู’ูƒูŽุญูŽู†ููŠ ูููŠ ุงู„ุณู‘ูŽู…ูŽุงุกู Telah menceritakan kepada kami Khollaad bin Yahya ia berkata telah menceritakan kepada kami Isa bin Thohmaan, ia berkata Aku mendengar Anas bin Malik โ€“semoga Allah meridhainya- berkata Ayat perintah Hijab turun terkait dengan Zainab bintu Jahsy. Pada saat itu Nabi memberikan makan kepada tamu undangan berupa roti dan daging kambing. Zainab berbangga di hadapan para istri Nabi shollallahu alaihi wasallam yang lain. Zainab berkata Sesungguhnya Allah menikahkan aku dari atas langit al-Bukhari. Sanad dalam hadits itu terdapat perawi dari al-Imam al-Bukhari sampai Anas bin Malik adalah Khollaad bin Yahya, Isa bin Thohmaan, dan Anas bin Malik. Al-Imam al-Bukhari mendengar langsung dari Khollaad bin Yahya. Khollaad bin Yahya mendengar langsung dari Isa bin Thohmaan. Isa bin Thohmaan mendengar langsung dari Anas bin Malik. Jika ditelusuri dalam kitab-kitab biografi para perawi hadits, akan bisa dipastikan bahwa masing-masing perawi itu memang benar-benar pernah mendengar hadits berguru pada perawi yang setingkat di atasnya. Shighotut Tahammul Dalam penyampaian hadits, seseorang perawi akan mengungkapkan bagaimana perawi yang satu tingkat di atasnya menyampaikan hadits itu kepada dia. Cara pengungkapan tersebut dinamakan shighotut tahammul. Ada beberapa contoh shighotut tahammul yang mengisyaratkan ketersambungan sanad, di antaranya adalah ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง telah menceritakan kepada kami ุฃูŽุฎู’ุจูŽุฑูŽู†ูŽุง telah mengkhabarkan kepada kami ุณูŽู…ูุนู’ุชู saya mendengar ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ููŠ telah menceritakan kepadaku ุฃูŽู†ู’ุจูŽุฃูŽู†ูŽุง telah memberitahukan kepada kami Ungkapan-ungkapan ini adalah beberapa contoh shighotut tahammul yang menunjukkan bahwa perawi itu benar-benar mendengar langsung dari perawi yang setingkat di atasnya. Berbeda dengan penggunaan shighotut tahammul seperti ุนูŽู†ู’ dari Penggunaan kata an dari sebagai pengungkapan bagaimana suatu perawi menerima hadits itu, tidaklah secara tegas memastikan bahwa perawi itu benar-benar mendengar langsung dari perawi yang setingkat di atasnya. Penggunaan shighotut tahammul an disebut juga periwayatan an-anah atau muโ€™an-an. Perhatikan perbedaan penggunaan shigotut tahammul berikut ini dalam contoh yang berbeda. Contoh pertama ุงู„ุฒู‘ูู‡ู’ุฑููŠ ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุณูŽุนููŠุฏู ุจู’ู†ู ุงู„ู’ู…ูุณูŽูŠู‘ูŽุจู Az-Zuhriy berkata telah menceritakan kepada kami Said bin al-Musayyab Contoh kedua ุงู„ุฒู‘ูู‡ู’ุฑููŠ ุนูŽู†ู’ ุณูŽุนููŠู’ุฏู ุจู’ู†ู ุงู„ู’ู…ูุณูŽูŠู‘ูŽุจู Az-Zuhriy dari Said bin al-Musayyab Contoh pertama menunjukkan bahwa az-Zuhriy mendengar hadits itu langsung dari Said bin al-Musayyab. Sedangkan contoh kedua adalah riwayat an-anah atau muโ€™an-an, yang tidak menunjukkan secara tegas bahwa az-Zuhriy menerima hadits itu langsung dari Said bin al-Musayyab. Bisa juga az-Zuhriy mendengar dari orang lain yang orang itu mendengar dari Said bin al-Musayyab. โœ… Beberapa Kondisi Tidak Bersambungnya Sanad Jika sanadnya tidak bersambung, riwayat itu lemah, tidak shahih. Ada beberapa keadaan sanad yang terputus atau tidak bersambung, yaitu Munqothiโ€™ terputus pada bagian manapun dalam sanad. Berapapun jumlah perawi yang terputus. Mursal, terputus pada perawi Sahabat. Dari seorang Tabiโ€™i murid Sahabat Nabi langsung menisbatkan hadits pada Nabi. Muโ€™dhol, terputus pada 2 atau lebih perawi secara berurutan. Muโ€™allaq, terputus di awal sanad Mudallas, tidak meyakinkan sebagai sanad yang bersambung karena perawinya suka menyamarkan keadaan perawi lain. Kelima istilah tersebut akan dibahas pada bagian tersendiri dalam penjelasan Mandzhumah al-Baiquniyyah ini, insyaallah beserta contoh-contohnya. Ada pula hadits yang tidak memiliki sanad sama sekali. Hadits ini masuk kategori Laa Ashla Lahu tidak ada asalnya. Lebih parah kondisinya dibandingkan hadits lemah yang bersanad. Contoh hadits yang Laa Ashla Lahu karena tidak memiliki sanad riwayat, adalah Hendaknya kalian berpegang teguh dengan agamanya para wanita-wanita tua Ihyaโ€™ Ulumuddin karya al-Ghozaliy Para Ulama menilai hadits ini sebagai hadits yang tidak asalnya. Di antara Ulama yang menilai demikian adalah Tajuddin as-Subkiy dan as-Sakhawiy. Tajuddin as-Subkiy meneliti kitab Ihyaaโ€™ Ulumuddin karya al-Imam al-Ghozali dan mengumpulkan hadits-hadits yang beliau tidak menemukan sanadnya. Beliau sendirikan kumpulan hadits itu dalam bagian tersendiri pada kitab Thobaqoot asy-Syafiiyyah al-Kubro. Sedangkan as-Sakhowiy menilai hadits itu tidak memiliki sanad di dalam kitab al-Maqooshidul Hasanah. Baik Tajuddin as-Subkiy maupun as-Sakhowiy adalah Ulama Syafiyyah. โœ… Silsilah Sanad Paling Shahih Di antara sanad-sanad yang shahih, para Ulama ada yang menyebutkan tentang silsilah sanad paling shahih. Menurut al-Imam al-Bukhari, silsilah sanad paling shahih adalah Malik dari Nafiโ€™ dari Ibnu Umar. Berikut ini adalah contoh hadits yang berisi sanad paling shahih menurut al-Bukhari ุนูŽู†ู’ ู…ูŽุงู„ููƒ ุนูŽู†ู’ ู†ูŽุงููุนู ุนูŽู†ู’ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุจู’ู†ู ุนูู…ูŽุฑูŽ ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ู‘ูŽุฐููŠ ุชูŽูููˆุชูู‡ู ุตูŽู„ูŽุงุฉู ุงู„ู’ุนูŽุตู’ุฑู ูƒูŽุฃูŽู†ู‘ูŽู…ูŽุง ูˆูุชูุฑูŽ ุฃูŽู‡ู’ู„ูŽู‡ู ูˆูŽู…ูŽุงู„ูŽู‡ู Dari Malik dari Nafiโ€™ dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda Orang yang terlewatkan dari sholat Ashar bagaikan orang yang kehilangan keluarga dan hartanya Muwaththaโ€™ al-Imam Malik, juga dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim Sedangkan menurut al-Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih, silsilah sanad yang paling shahih adalah az-Zuhriy dari Salim dari ayahnya, yaitu Ibnu Umar radhiyallahu anhu. Contoh hadits yang sanadnya melalui jalur tersebut adalah ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ู…ูุณูŽุฏู‘ูŽุฏูŒ ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ูŠูŽุฒููŠุฏู ุจู’ู†ู ุฒูุฑูŽูŠู’ุนู ุนูŽู†ู’ ู…ูŽุนู’ู…ูŽุฑู ุนูŽู†ู ุงู„ุฒู‘ูู‡ู’ุฑููŠู‘ู ุนูŽู†ู’ ุณูŽุงู„ูู…ู ุจู’ู†ู ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจููŠู‡ู ุนูŽู†ู ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฅูุฐูŽุง ุงุณู’ุชูŽุฃู’ุฐูŽู†ูŽุชู’ ุงู…ู’ุฑูŽุฃูŽุฉู ุฃูŽุญูŽุฏููƒูู…ู’ ููŽู„ูŽุง ูŠูŽู…ู’ู†ูŽุนู’ู‡ูŽุง al-Imam al-Bukhari menyatakan telah menceritakan kepada kami Musaddad ia berkata telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zuraiโ€™ dari Maโ€™mar dari az-Zuhriy dari Salim bin Abdillah dari ayahnya dari Nabi shollallahu alaihi wasallam Jika seorang wanita istri meminta ijin kepada kalian untuk sholat di masjid, janganlah melarangnya al-Bukhari dalam Shahihnya 2. PERAWI ADIL DAN 3. KOKOH DHOBITH Salah satu syarat hadits dikatakan shahih adalah jika semua perawinya adil dan kokoh dhobith dalam meriwayatkan. Al-Imam al-Baiquniy rahimahullah menyatakan ูŠูŽุฑู’ูˆููŠู‡ู ุนูŽุฏู’ู„ูŒ ุถูŽุงุจูุทูŒ ุนูŽู†ู’ ู…ูุซู’ู„ูู‡ู โ€ฆ ู…ูุนู’ุชูŽู…ูŽุฏูŒ ูููŠ ุถูŽุจู’ุทูู‡ู ูˆูŽู†ูŽู‚ู’ู„ูู‡ู Diriwayatkan oleh orang yang adil, kokoh dalam periwayatan mendapatkan khabar dari orang yang semisal dengannyaโ€ฆyang diakui dalam kekokohan dan penukilan Mandzhumah al-Baiquniyyah Adil artinya lebih dominan kebaikan dibandingkan keburukannya, juga menghindari dosa-dosa besar maupun kebidโ€™ahan. Sedangkan dhobith artinya kokoh dalam meriwayatkan, baik secara hafalan atau tulisan. Benar saat menerima riwayat dan tepat pula saat menyampaikan riwayat. Jika seorang perawi memenuhi kriteria adil dan kokoh dhobit, disederhanakan penyebutannya menjadi tsiqoh. Perawi yang tsiqoh artinya dia adil dan kokoh dalam periwayatan. Ada beberapa kondisi perawi yang tidak memenuhi adil dan dhobith, di antaranya 1. Tidak dikenal. Kondisi perawi yang tidak dikenal, di antaranya adalah a. Mubham, tidak diketahui nama perawinya. b. Majhul tidak dikenal. Bisa berupa majhul ain atau majhul haal. Majhul ain artinya tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali satu perawi saja definisi al-โ€™Iraqiy. Sedangkan majhul haal setidaknya ada 2 adil yang meriwayatkan darinya, tapi kondisi perawi itu apakah ada jarh celaan atau taโ€™dil pujian tidak diketahui. 2. Perawi tidak adil, misalkan karena kefasikan suka mencuri, minum khamr, dan sebagainya, atau berpemikiran bidโ€™ah khawarij, qodariy, dan sebagainya. 3. Perawi tidak dhobith, misalkan karena lemah dalam hafalan atau sering salah dalam periwayatannya. 4. Perawi mudallis Perawi tersebut suka menyamarkan kondisi perawi di atasnya. Dalam riwayat muโ€™an-โ€™an bisa ternilai sebagai riwayat yang sanadnya tidak bersambung. Berikut ini adalah contoh hadits yang lemah karena perawi yang mubham Hadits dalam Sunan Abi Dawud ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุจู’ู†ู ู…ูุญูŽู…ู‘ูŽุฏู ุงู„ุฒู‘ูู‡ู’ุฑููŠู‘ู ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุณููู’ูŠูŽุงู†ู ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ููŠ ูุฅุณู’ู…ูŽุนููŠู„ู ุจู’ู†ู ุฃูู…ูŽูŠู‘ูŽุฉูŽ ุณูŽู…ูุนู’ุชู ุฃูŽุนู’ุฑูŽุงุจููŠู‘ู‹ุง ูŠูŽู‚ููˆู„ู ุณูŽู…ูุนู’ุชู ุฃูŽุจูŽุง ู‡ูุฑูŽูŠู’ุฑูŽุฉูŽ ูŠูŽู‚ููˆู„ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู…ูŽู†ู’ ู‚ูŽุฑูŽุฃูŽ ู…ูู†ู’ูƒูู…ู’ { ูˆูŽุงู„ุชู‘ููŠู†ู ูˆูŽุงู„ุฒู‘ูŽูŠู’ุชููˆู†ู } ููŽุงู†ู’ุชูŽู‡ูŽู‰ ุฅูู„ูŽู‰ ุขุฎูุฑูู‡ูŽุง { ุฃูŽู„ูŽูŠู’ุณูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุจูุฃูŽุญู’ูƒูŽู…ู ุงู„ู’ุญูŽุงูƒูู…ููŠู†ูŽ } ููŽู„ู’ูŠูŽู‚ูู„ู’ ุจูŽู„ูŽู‰ ูˆูŽุฃูŽู†ูŽุง ุนูŽู„ูŽู‰ ุฐูŽู„ููƒูŽ ู…ูู†ูŽ ุงู„ุดู‘ูŽุงู‡ูุฏููŠู†โ€ฆ Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad az-Zuhriy ia berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan ia berkata telah menceritakan kepadaku Ismail bin Umayyah ia berkata aku mendengar seorang Badui pedalaman berkata Aku mendengar Abu Hurairah berkata Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda Barangsiapa yang membaca wattiini waz zaytuun kemudian sampai pada akhirnya kalimat alaysallaahu bi ahkamil haaakimiin, hendaknya ia mengucapkan Balaa wa ana minasy syaahidiinโ€ฆ. Abu Dawud. Di dalam sanad hadits itu terdapat seorang yang tidak diketahui dengan jelas siapa namanya, sehingga tidak diketahui pula siapa orangnya. Hanya disebut seorang Badui yang mengaku mendengar dari Abu Hurairah. Contoh lain hadits yang tidak memenuhi kriteria perawinya semua adil dan dhobith adalah hadits berikut ini, yaitu hadits yang mengandung perawi yang lemah tidak dhobith dan majhul tidak dikenal. Hadits Ali tentang bersedekap di bawah pusar saat sholat dalam Sunan Abi Dawud ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ู…ูุญูŽู…ู‘ูŽุฏู ุจู’ู†ู ู…ูŽุญู’ุจููˆุจู ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุญูŽูู’ุตู ุจู’ู†ู ุบููŠูŽุงุซู ุนูŽู†ู’ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ุฑู‘ูŽุญู’ู…ูŽู†ู ุจู’ู†ู ุฅูุณู’ุญูŽู‚ูŽ ุนูŽู†ู’ ุฒููŠูŽุงุฏู ุจู’ู†ู ุฒูŽูŠู’ุฏู ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจููŠ ุฌูุญูŽูŠู’ููŽุฉูŽ ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุนูŽู„ููŠู‘ู‹ุง ุฑูŽุถููŠูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู†ู’ู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ู…ูู†ูŽ ุงู„ุณู‘ูู†ู‘ูŽุฉู ูˆูŽุถู’ุนู ุงู„ู’ูƒูŽูู‘ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ูƒูŽูู‘ู ูููŠ ุงู„ุตู‘ูŽู„ูŽุงุฉู ุชูŽุญู’ุชูŽ ุงู„ุณู‘ูุฑู‘ูŽุฉู Abu Dawud as-Sijistaniy menyatakan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Mahbuub ia berkata telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyaats dari Abdurrahman bin Ishaq dari Ziyaad bin Zaid dari Abu Juhaifah bahwasanya Ali radhiyallahu anhu berkata Termasuk Sunnah adalah meletakkan telapak tangan di atas telapak tangan dalam sholat di bawah pusar Abu Dawud Abdurrahman bin Ishaq al-Waasithiy lemah. Sedangkan Ziyaad bin Zaid majhul menurut adz-Dzahabiy dalam Miizaanul Iโ€™tidal fii Naqdir Rijaal. โœ… Kitab Referensi Biografi para Perawi Hadits Para Ulama menulis karya-karya yang berisikan biografi taraajum para perawi hadits. Kitab tersebut ada yang mengkhususkan pada perawi yang terpercaya tsiqoh saja. Ada pula yang hanya berisikan perawi lemah dan yang ditinggalkan periwayatannya. Ada pula yang berisi kumpulan perawi baik yang lemah maupun yang terpercaya. Berikut ini akan ditampilkan beberapa di antara karya para Ulama tersebut berdasarkan klasifikasi masing-masing. โ˜‘ Kitab biografi para perawi hadits khusus untuk yang terpercaya saja ats-Tsiqoot karya Ibnu Hibban. Maโ€™rifatus Tsiqoot karya Ahmad bin Abdillah bin Sholih Abul Hasan al-Ijliy โ˜‘ Kitab biografi para perawi hadits yang lemah dan ditinggalkan periwayatannya adh-Dhuโ€™afaaโ€™ al-Kabiir karya al-Uqailiy. adh-Dhuโ€™afaaโ€™ ash-Shoghir karya al-Bukhari. adh-Dhuโ€™afaaโ€™ wal Matrukiin karya Ibnul Jauziy. adh-Dhuโ€™afaaโ€™ wal Matrukiin karya anNasaai. adh-Dhuโ€™afaaโ€™ karya Abu Nuaim al-Ashbahaaniy. al-Majruuhiin karya Ibnu Hibban. al-Mughniy fid Dhuโ€™afaaโ€™ karya Syamsuddin Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabiy. โ˜‘ Kitab biografi para perawi hadits baik yang terpercaya maupun tidak al-Jarh wat Taโ€™dil karya Ibnu Abi Hatim. Tahdziibul Kamaal karya Yusuf bin az-Zakiy Abdurrahman Abul Hajjaaj al-Mizziy. Taqriibut Tahdziib karya Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqolaaniy. Miizaanul Iโ€™tidaal fii Naqdir Rijaal karya Syamsuddin Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabiy. atTaariikh al-Kabiir karya al-Bukhariy. 4. TIDAK SYADZ Salah satu kriteria agar suatu hadits disebut sebagai hadits yang shahih dan bisa diterima adalah tidak syadz. Artinya, riwayat itu tidak menyelisihi riwayat lain yang perawinya lebih tsiqoh atau lebih banyak. Al-Imam al-Baiquniy rahimahullah menyatakan tentang kriteria hadits shahih ุฃูŽูˆู‘ูŽู„ูู‡ูŽุง ุงู„ุตู‘ูŽุญููŠุญู ูˆูŽู‡ู’ูˆูŽ ู…ูŽุง ุงุชู‘ูŽุตูŽู„ู’ โ€ฆ ุฅุณู’ู†ูŽุงุฏูู‡ู ูˆูŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุดูุฐู‘ูŽ ุฃูŽูˆู’ ูŠูุนูŽู„ู’ Yang pertama adalah shahih, yaitu yang bersambungโ€ฆsanadnya dan tidak syadz atau mengandung illat penyakit Mandzhumah al-Baiquniyyah Kita ambil contoh periwayatan dalam penyampaian berita pada kejadian sehari-hari. Seorang guru menyampaikan informasi pada murid-muridnya. Ada sepuluh siswa yang mendengar informasi langsung dari gurunya. Gurunya berharap, sepuluh siswa itu nanti meneruskan informasi itu kepada rekan-rekannya sesama siswa yang lain. Kesepuluh siswa ini adalah tsiqoh. Informasi yang disampaikan oleh guru adalah besok kita akan melakukan rihlah perjalanan ke pantai. Namun, satu siswa yang bernama Ahmad mengaku bahwa guru menyampaikan informasi bahwa besok kita akan melakukan rihlah perjalanan ke gunung. Informasi yang ditangkap dan disampaikan Ahmad itu berbeda dengan kesembilan rekannya yang lain. Informasi yang disampaikan oleh Ahmad itu lemah, meski Ahmad adalah perawi yang tsiqoh, karena periwayatannya dalam berita itu syadz, menyelisihi periwayatan dari para perawi lain yang lebih tsiqoh atau lebih banyak jumlahnya, yang juga tsiqoh. Al-Imam asy-Syafiโ€™i rahimahullah menyatakan ุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ุงู„ุดู‘ูŽุงุฐู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ุญูŽุฏููŠู’ุซู ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุฑู’ูˆููŠูŽ ุงู„ุซู‘ูู‚ูŽุงุชู ุญูŽุฏููŠู’ุซุงู‹ ุŒ ููŽูŠูŽุดูุฐู‘ูŽ ุนูŽู†ู’ู‡ูู…ู’ ูˆูŽุงุญูุฏูŒ ุŒ ููŽูŠูุฎูŽุงู„ูููŽู‡ูู…ู’ Riwayat syadz dalam hadits adalah jika para perawi yang tsiqoh meriwayatkan hadits. Namun ada satu yang menyelisihi riwayat mereka al-Kifaayah fii ilmir Riwaayah karya al-Khothib 1/141 Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolaaniy berkata ุงู„ุดู‘ูŽุงุฐู ู…ูŽุง ุฑูŽูˆูŽุงู‡ู ุงู„ู’ู…ูŽู‚ู’ุจููˆู’ู„ู ู…ูุฎูŽุงู„ููุงู‹ ู„ูู…ูŽู†ู’ ู‡ููˆูŽ ุฃูŽูˆู’ู„ูŽู‰ ู…ูู†ู’ู‡ู Syadz adalah apa yang diriwayatkan oleh orang yang diterima periwayatannya namun menyelisihi periwayatan dari orang yang lebih utama dibandingkan dia Nuzhatun Nadzhor fii taudhiih Nukhbatil Fikar 1/213 โœ… Contoh Hadits Syadz Berikut ini akan disebutkan sebuah contoh hadits syadz. Hadits itu tentang sholat Isya yang dilakukan oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam. Ada 4 jalur periwayatan. Tiga jalur periwayatan menjelaskan bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam sholat Isya menjelang tengah malam. Sedangkan 1 jalur periwayatan menjelaskan bahwa beliau melakukannya setelah lewat tengah malam. Satu jalur periwayatan ini syadz, sehingga lemah. Hadits tersebut ada dalam musnad atThoyaalisi, sebagai berikut ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุฃูŽุจููˆ ุฏูŽุงูˆูุฏูŽ ุŒ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ู‚ูุฑู‘ูŽุฉู ุŒ ุนูŽู†ู’ ู‚ูŽุชูŽุงุฏูŽุฉูŽ ุŒ ุนูŽู†ู’ ุฃูŽู†ูŽุณู ุŒ ู‚ูŽุงู„ูŽ ู†ูŽุธูŽุฑู’ู†ูŽุง ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ูŽ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูููŠ ุงู„ู’ุนูุดูŽุงุกู ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ู…ูŽุถูŽู‰ ุดูŽุทู’ุฑู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู ุŒ ุซูู…ู‘ูŽ ุฎูŽุฑูŽุฌูŽ ููŽุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุจูู†ูŽุง ูƒูŽุฃูŽู†ู‘ููŠ ุฃูŽู†ู’ุธูุฑู ุฅูู„ูŽู‰ ูˆูŽุจููŠุตู ุฎูŽุงุชูู…ูู‡ู ู…ูู†ู’ ููุถู‘ูŽุฉู ูููŠ ูŠูŽุฏูู‡ู Telah menceritakan kepada kami Abu Dawud at Thoyaalisiy ia berkata telah menceritakan kepada kami Qurrah dari Qotadah dari Anas ia berkata Kami melihat Nabi shollallahu alaihi wasallam di waktu Isya hingga telah berlalu setengah malam. Kemudian beliau keluar sholat bersama kami. Seakan-akan aku melihat pada kilauan cincin beliau yang terbuat dari perak pada tangan beliau Abu Dawud atThoyaalisiy dalam Musnadnya Sekalipun jalur riwayat ini para perawinya tsiqoh semua dan sanadnya bersambung, namun riwayat ini menyelisihi riwayat lain yang juga tsiqoh dengan sanad bersambung. Setidaknya ada 3 jalur periwayatan yang berbeda dengan 1 riwayat itu. Riwayat pertama Jalur riwayat dari Said bin ar Robiโ€™ dari Qurrah dari Qotadah dari Anas bin Malik ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ูƒูŽุงู†ูŽ ู‚ูŽุฑููŠุจูŒ ู…ูู†ู’ ู†ูุตู’ูู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู Hingga mendekati setengah malam Muslim Riwayat kedua Jalur riwayat dari Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bin Malik ุฅูู„ูŽู‰ ุดูŽุทู’ุฑู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู ุฃูŽูˆู’ ูƒูŽุงุฏูŽ ูŠูŽุฐู’ู‡ูŽุจู ุดูŽุทู’ุฑู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู Menuju pertengahan malam atau hampir berlalu setengah malam Muslim Riwayat ketiga Jalur riwayat dari Kholid bin al-Harits dari Humaid dari Anas bin Malik ุฅูู„ูŽู‰ ู‚ูŽุฑููŠุจู ู…ูู†ู’ ุดูŽุทู’ุฑู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู Hingga mendekati pertengahan malam anNasaai dan Ibnu Majah Hal ini menunjukkan bahwasanya riwayat Abu Dawud atThoyaalisiy tersebut lemah karena syadz, menyelisihi setidaknya 3 jalur lain yang sanadnya shahih. Perlu diketahui bahwasanya Abu Dawud atThoyaalisiy adalah Ulama yang berbeda dengan Abu Dawud as-Sijistaaniy penyusun Sunan Abi Dawud. Dari pemaparan tersebut kita mengetahui bahwasanya untuk menilai suatu hadits itu shahih atau tidak, kita tidak bisa berpatokan pada satu jalur riwayat saja. Jangan terburu-buru menilai suatu hadits shahih, sampai terkumpul semua riwayat yang berkaitan dengan itu. Mungkin saja suatu jalur riwayat sanadnya shahih, namun periwayatan itu menyelisihi jalur lain yang lebih shahih sehingga hukumnya adalah hadits syadz, yang masuk kategori lemah. Karena itu, penilaian shahih tidaknya suatu hadits semestinya dilakukan oleh Ulama pakar hadits. Terkait pelaksanaan sholat Isya, waktu terakhir adalah pada tengah malam. Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda ูˆูŽูˆูŽู‚ู’ุชู ุตูŽู„ูŽุงุฉู ุงู„ู’ุนูุดูŽุงุกู ุฅูู„ูŽู‰ ู†ูุตู’ูู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู ุงู„ู’ุฃูŽูˆู’ุณูŽุทู Waktu sholat Isya hingga tengah malam Muslim Sebagai contoh, jika Maghrib adalah jam WIB dan Subuh pada WIB, maka rentang waktu malam adalah 10 jam. Jadi, waktu Isya berakhir pada 5 jam setelah Maghrib, yaitu jam WIB. Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu pernah mengirim surat kepada Abu Musa al-Asyโ€™ari untuk tidak lalai dari sholat Isyaโ€™ jangan sampai melakukannya hingga lewat tengah malam ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุนูู…ูŽุฑูŽ ุจู’ู†ูŽ ุงู„ู’ุฎูŽุทู‘ูŽุงุจู ูƒูŽุชูŽุจูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ุฃูŽุจููŠ ู…ููˆุณูŽู‰ ุงู„ู’ุฃูŽุดู’ุนูŽุฑููŠู‘ูโ€ฆูˆูŽุฃูŽู†ู’ ุตูŽู„ู‘ู ุงู„ู’ุนูุดูŽุงุกูŽ ู…ูŽุง ุจูŽูŠู’ู†ูŽูƒูŽ ูˆูŽุจูŽูŠู’ู†ูŽ ุซูู„ูุซู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู ููŽุฅูู†ู’ ุฃูŽุฎู‘ูŽุฑู’ุชูŽ ููŽุฅูู„ูŽู‰ ุดูŽุทู’ุฑู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู ูˆูŽู„ูŽุง ุชูŽูƒูู†ู’ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ุบูŽุงููู„ููŠู† Bahwa Umar bin al-Khoththob menulis kepada Abu Musa al-Asyโ€™ariyโ€ฆSholatlah Isyaโ€™ pada sepertiga malam pertama. Jika engkau mau mengakhirkan, silakan lakukan hingga pertengahan malam, jangan termasuk orang yang lalai Malik, Abdurrozzaq, al-Baihaqy, Syaikh al-Albaniy menyatakan sanad riwayat ini shahih dalam Tamaamul Minnah 5. TIDAK MEMILIKI ILLAT YANG TERCELA QODIHAH Salah satu persyaratan agar suatu hadits ternilai shahih adalah tidak memiliki illat yang tercela. Illat secara bahasa bermakna penyakit atau cacat. Al-Imam al-Baiquniy rahimahullah menyatakan ุฃูŽูˆู‘ูŽู„ูู‡ูŽุง ุงู„ุตู‘ูŽุญููŠุญู ูˆูŽู‡ู’ูˆูŽ ู…ูŽุง ุงุชู‘ูŽุตูŽู„ู’ โ€ฆ ุฅุณู’ู†ูŽุงุฏูู‡ู ูˆูŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุดูุฐู‘ูŽ ุฃูŽูˆู’ ูŠูุนูŽู„ู’ Yang pertama adalah shahih, yaitu yang bersambungโ€ฆsanadnya dan tidak syadz atau mengandung illat penyakitMandzhumah al-Baiquniyyah Illat itu baru bisa terlihat jika seluruh riwayat yang terkait hadits itu dikumpulkan. Illat suatu hadits tidaklah diketahui kecuali oleh Ulama yang benar-benar pakar dalam ilmu hadits. Adakalanya suatu illat tidak tercela. Hal itu jika tidak berimplikasi pada hukum tertentu. Sebagai contoh, berapakah harga unta Jabir saat dibeli oleh Nabi? Pada beberapa riwayat nampak berbeda-beda. Namun perbedaan itu tidaklah mengapa. Tanpa diketahui secara benar berapa harganya, kita sudah bisa mengambil faidah dari hadits itu baik secara fiqh, adab, dan sebagainya. Contoh lain adalah berapa jumlah istri Nabi Sulaiman saat beliau bersumpah akan menggilirโ€™ istrinya dan lupa mengucapkan insyaallah? Pada riwayat-riwayat yang shahih berbeda-beda. Ada riwayat yang menyatakan 100. Sebagian riwayat ada yang menyatakan 70, ada pula yang 90. Tapi perbedaan ini tidaklah mengapa. Tidak berimplikasi terhadap kandungan pelajaran yang bisa dipetik dari hadits itu. โœ…Contoh Hadits yang Memiliki Illat yang Tercela Bagaimana dengan illat yang tercela? Berikut ini kita akan menyimak contoh suatu hadits yang terlihat secara dzhahir sebagai hadits yang shahih, padahal sebenarnya lemah karena adanya illat yang tercela. โ˜‘ Contoh Pertama Hadits yang Memiliki Illat Qodihah Hadits ini adalah hadits riwayat Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Hadits tersebut menunjukkan larangan kencing dengan berdiri. โ€ฆุนูŽู†ู ุงุจู’ู†ู ุฌูุฑูŽูŠู’ุฌู ุนูŽู†ู’ ู†ูŽุงููุนู ุนูŽู†ู ุงุจู’ู†ู ุนูู…ูŽุฑูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู„ูŽุง ุชูŽุจูู„ู’ ู‚ูŽุงุฆูู…ู‹ุง "โ€ฆdari Ibnu Juraij dari Nafiโ€™ dari Ibnu Umar ia berkata Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda Janganlah engkau kencing berdiri" Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Secara dzhahir, nampak bahwa sepertinya potongan sanad ini shahih. Ibnu Juraij memang tsiqoh, namun ia tergolong perawi yang mudallis. Riwayat ini pun adalah riwayat muโ€™an-an, yang menunjukkan bahwa Ibnu Juraij tidak secara tegas menyatakan bahwa ia mendengar hadits itu secara langsung dari Nafiโ€™. Jika dilihat pada jalur riwayat yang lain, ternyata memang Ibnu Juraij tidak mendengar hadits itu langsung dari Nafiโ€™, namun melalui satu perawi yang lain. Sayangnya, perawi itu lemah, yaitu Abdul Karim bin Abi Umayyah. Mari kita lihat riwayat berikut ini ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุงุจู’ู†ู ุฌูุฑูŽูŠู’ุฌู ุนูŽู†ู’ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู’ูƒูŽุฑููŠู…ู ุจู’ู†ู ุฃูŽุจููŠ ุฃูู…ูŽูŠู‘ูŽุฉูŽ ุนูŽู†ู’ ู†ูŽุงููุนู ุนูŽู†ู’ ุงุจู’ู†ู ุนูู…ูŽุฑูŽ ุนูŽู†ู’ ุนูู…ูŽุฑูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุขู†ููŠ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูˆูŽุฃูŽู†ูŽุง ุฃูŽุจููˆู„ู ู‚ูŽุงุฆูู…ู‹ุง ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ูŠูŽุง ุนูู…ูŽุฑู ู„ูŽุง ุชูŽุจูู„ู’ ู‚ูŽุงุฆูู…ู‹ุง .โ€ฆtelah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij dari Abdul Karim bin Abi Umayyah dari Nafiโ€™ dari Ibnu Umar dari Umar ia berkata Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melihat saat aku kencing berdiri. Nabi bersabda Wahai Umar, janganlah kencing berdiri Ibnu Majah Abdul Karim bin Abi Umayyah dinilai sebagai perawi yang lemah oleh para Ulama, di antaranya Abu Zurโ€™ah. ุณูุฆูู„ูŽ ุฃูŽุจููˆู’ ุฒูุฑู’ุนูŽุฉูŽ ุนูŽู†ู’ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู’ูƒูŽุฑููŠู’ู…ู ุจู’ู†ู ุฃูŽุจูู‰ ุฃูู…ูŽูŠู‘ูŽุฉูŽ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ู‡ููˆูŽ ู„ูŽูŠู‘ูู†ูŒ Abu Zurโ€™ah ditanya tentang Abdul Karim bin Abi Umayyah, dia menjawab Orang tersebut lemah al-Jarh wat Taโ€™dil karya Ibnu Abi Hatim ar Raaziy nomor perawi 311 6/60. Bahkan, al-Imam Ahmad menilai perawi tersebut menyerupai matruk ditinggalkan periwayatannya. Faidah lain yang bisa ambil dari pemaparan ini adalah bahwa hadits dalam Shahih Ibnu Hibban tidak seluruhnya shahih. โ˜‘ Contoh Kedua Hadits yang Memiliki Illat Qodihah Ada sebuah hadits tentang anjuran mengganti di hari lain bagi seseorang yang membatalkan puasa sunnah. Namun hadits tersebut menurut sebagian para Ulama adalah lemah, karena mengandung illat qodihah. Hadits tersebut ada dalam Muwatthaโ€™ Imam Malik sebagai berikut ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ููŠ ูŠูŽุญู’ูŠูŽู‰ ุนูŽู†ู’ ู…ูŽุงู„ููƒ ุนูŽู†ู ุงุจู’ู†ู ุดูู‡ูŽุงุจู ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉูŽ ูˆูŽุญูŽูู’ุตูŽุฉูŽ ุฒูŽูˆู’ุฌูŽูŠู’ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฃูŽุตู’ุจูŽุญูŽุชูŽุง ุตูŽุงุฆูู…ูŽุชูŽูŠู’ู†ู ู…ูุชูŽุทูŽูˆู‘ูุนูŽุชูŽูŠู’ู†ู ููŽุฃูู‡ู’ุฏููŠูŽ ู„ูŽู‡ูู…ูŽุง ุทูŽุนูŽุงู…ูŒ ููŽุฃูŽูู’ุทูŽุฑูŽุชูŽุง ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ููŽุฏูŽุฎูŽู„ูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ุญูŽูู’ุตูŽุฉู ูˆูŽุจูŽุฏูŽุฑูŽุชู’ู†ููŠ ุจูุงู„ู’ูƒูŽู„ูŽุงู…ู ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽุชู’ ุจูู†ู’ุชูŽ ุฃูŽุจููŠู‡ูŽุง ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฅูู†ู‘ููŠ ุฃูŽุตู’ุจูŽุญู’ุชู ุฃูŽู†ูŽุง ูˆูŽุนูŽุงุฆูุดูŽุฉู ุตูŽุงุฆูู…ูŽุชูŽูŠู’ู†ู ู…ูุชูŽุทูŽูˆู‘ูุนูŽุชูŽูŠู’ู†ู ููŽุฃูู‡ู’ุฏููŠูŽ ุฅูู„ูŽูŠู’ู†ูŽุง ุทูŽุนูŽุงู…ูŒ ููŽุฃูŽูู’ุทูŽุฑู’ู†ูŽุง ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุงู‚ู’ุถููŠูŽุง ู…ูŽูƒูŽุงู†ูŽู‡ู ูŠูŽูˆู’ู…ู‹ุง ุขุฎูŽุฑูŽ Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Ibnu Syihab bahwasanya Aisyah dan Hafshah kedua istri Nabi shollallahu alaihi wasallam pada pagi harinya berpuasa sunnah. Kemudian keduanya diberi hadiah makanan sehingga keduanya berbuka. Kemudian Rasulullah shollallahu alaihi wasallam masuk menemui keduanya. Aisyah berkata Hafshah mendahuluiku dalam berbicara. Ia memang benar-benar putri ayahnya seperti Umar. Hafshah menyatakan Pada pagi hari aku dan Aisyah berpuasa sunnah. Kemudian kami diberi hadiah makanan. Kami pun berbuka membatalkan puasa dengannya. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda Gantilah puasa itu di hari lain Malik dalam al-Muwatthaโ€™ Hadits ini periwayatannya terputus antara Ibnu Syihab az-Zuhriy dengan Aisyah. Biasanya Ibnu Syihab mendengar hadits dari Aisyah melalui Urwah bin az-Zubair, Abu Salamah, atau Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah. Ada jalur riwayat lain semakna dengan hadits itu yang menunjukkan bahwa Ibnu Syihab az-Zuhriy mendengar hadits itu dari Urwah bin az-Zubair ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุฃูŽุญู’ู…ูŽุฏู ุจู’ู†ู ู…ูŽู†ููŠุนู ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ูƒูŽุซููŠุฑู ุจู’ู†ู ู‡ูุดูŽุงู…ู ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุฌูŽุนู’ููŽุฑู ุจู’ู†ู ุจูุฑู’ู‚ูŽุงู†ูŽ ุนูŽู†ู’ ุงู„ุฒู‘ูู‡ู’ุฑููŠู‘ู ุนูŽู†ู’ ุนูุฑู’ูˆูŽุฉูŽ ุนูŽู†ู’ ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ูƒูู†ู’ุชู ุฃูŽู†ูŽุง ูˆูŽุญูŽูู’ุตูŽุฉู ุตูŽุงุฆูู…ูŽุชูŽูŠู’ู†ู ููŽุนูุฑูุถูŽ ู„ูŽู†ูŽุง ุทูŽุนูŽุงู…ูŒ ุงุดู’ุชูŽู‡ูŽูŠู’ู†ูŽุงู‡ู ููŽุฃูŽูƒูŽู„ู’ู†ูŽุง ู…ูู†ู’ู‡ู ููŽุฌูŽุงุกูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ููŽุจูŽุฏูŽุฑูŽุชู’ู†ููŠ ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ู ุญูŽูู’ุตูŽุฉู ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽุชู’ ุงุจู’ู†ูŽุฉูŽ ุฃูŽุจููŠู‡ูŽุง ููŽู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฅูู†ู‘ูŽุง ูƒูู†ู‘ูŽุง ุตูŽุงุฆูู…ูŽุชูŽูŠู’ู†ู ููŽุนูุฑูุถูŽ ู„ูŽู†ูŽุง ุทูŽุนูŽุงู…ูŒ ุงุดู’ุชูŽู‡ูŽูŠู’ู†ูŽุงู‡ู ููŽุฃูŽูƒูŽู„ู’ู†ูŽุง ู…ูู†ู’ู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู‚ู’ุถููŠูŽุง ูŠูŽูˆู’ู…ู‹ุง ุขุฎูŽุฑูŽ ู…ูŽูƒูŽุงู†ูŽู‡ู atTirmidzi berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Maniโ€™ ia berkata telah menceritakan kepada kami Katsir bin Hisyam ia berkata telah menceritakan kepada kami Jaโ€™far bin Burqon dari Ibnu Syihab az-Zuhriy dari Urwah dari Aisyah ia berkata Aku dan Hafshah pernah berpuasa. Kemudian kami diberi makanan yang kami senangi. Kami pun memakannya. Kemudian datanglah Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Hafshah mendahuluiku dalam menyampaikan kepada Nabi. Ia memang putri ayahnya. Hafshah berkata Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berdua berpuasa, kemudian diberikan kepada kami makanan yang kami inginkan. Kami pun memakannya. Nabi menyatakan Gantilah di hari lain atTirmidzi Jika dilihat sepintas, seakan-akan hadits riwayat Malik itu dikuatkan oleh riwayat atTirmidzi ini. Sanad yang terputus pada riwayat Malik โ€“ Ibnu Syihab tidak pernah bertemu dengan Aisyah โ€“ seakan-akan terjembatani oleh riwayat atTirmidzi bahwa Ibnu Syihab mendengarnya dari Urwah bin az-Zubair. Namun, nampak jelas pada riwayat lain bahwa Ibnu Syihab mengaku tidak mendengar riwayat itu dari Urwah bin az-Zubair. Ia hanya mendengar dari beberapa orang yang tidak disebut namanya mubham. Mari disimak nukilan riwayat Ibnu Rahawaih berikut ini ุนูŽู†ู ุงุจู’ู†ู ุฌูุฑูŽูŠู’ุฌู ู‚ูŽุงู„ูŽ ู‚ูู„ู’ุชู ู„ูุงุจู’ู†ู ุดูู‡ูŽุงุจู ุฃูŽุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽูƒูŽ ุนูุฑู’ูˆูŽุฉู ุจู’ู†ู ุงู„ุฒู‘ูุจูŽูŠู’ุฑ ุนูŽู†ู’ ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉูŽ ุนูŽู†ู’ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู โ€“ ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ โ€“ ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ โ€ู…ูŽู†ู’ ุฃูŽูู’ุทูŽุฑูŽ ูููŠ ุชูŽุทูŽูˆู‘ูุนู ุ› ููŽู„ู’ูŠูŽู‚ู’ุถูู‡ูโ€ ุŸ ู‚ูŽุงู„ูŽ ู„ูŽู…ู’ ุฃูŽุณู’ู…ูŽุนู’ ู…ูู†ู’ ุนูุฑู’ูˆูŽุฉูŽ ูููŠ ุฐูŽู„ููƒูŽ ุดูŽูŠู’ุฆุงู‹ ุŒ ูˆูŽู„ูŽูƒูู†ู‘ููŠ ุณูŽู…ูุนู’ุชู ูููŠ ุฎูู„ูŽุงููŽุฉู ุณูู„ูŽูŠู’ู…ูŽุงู†ูŽ ุงุจู’ู†ู ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู’ู…ูŽู„ููƒู ู…ูู†ู’ ู†ูŽุงุณู ุนูŽู†ู’ ุจูŽุนู’ุถู ู…ูู†ู’ ู†ูุณูŽุงุกู ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉูŽ ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ุง ูŽู‚ูŽุงู„ูŽุชู’โ€ฆ Dari Ibnu Juraij ia berkata Aku berkata kepada Ibnu Syihab Apakah Urwah bin az-Zubair meriwayatkan kepada anda dari Aisyah dari Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda kepada orang yang berbuka dari puasa Sunnah hendaknya ia menggantinya di hari lain? Ibnu Syihab berkata Aku tidak mendengar dari Urwah tentang hal itu. Akan tetapi aku mendengar pada masa kekhalifahan Sulaiman bin Abdil Malik dari seseorang dari sebagian hamba sahaya wanita Aisyah bahwasanya ia berkataโ€ฆMusnad Ibnu Rahawaih 1/94, dinukil dalam Silsilah al-Ahaadits adh-Dhaifah karya Syaikh al-Albaniy 11/838 Jelaslah bahwa Ibnu Syihab tidak mendengar hadits itu dari Urwah. Tapi mendengar dari beberapa orang yang tidak jelas apakah tsiqoh atau tidak. Hal itu menunjukkan kelemahan riwayat tersebut. Jika ada yang bertanya Mengapa dalam riwayat atTirmidzi dinyatakan bahwa periwayatan Ibnu Syihab itu melalui Urwah? Jawabannya adalah Itu adalah kesalahan Jaโ€™far bin Burqoon. Meski ia adalah perawi yang tsiqoh, namun khusus periwayatan dia dari az-Zuhriy adalah periwayatan yang guncang. Artinya, ia sering salah dalam periwayatan dari az-Zuhriy. Al-Imam adz-Dzahabiy menyatakan ุฌูŽุนู’ููŽุฑู ุจู’ู†ู ุจูุฑู’ู‚ูŽุงู† ุนูŽู†ู’ ู…ูŽูŠู’ู…ููˆู’ู† ุจู’ู†ู ู…ูู‡ู’ุฑูŽุงู† ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฃูŽุญู’ู…ูŽุฏู ูŠูุฎู’ุทูู‰ุกู ูููŠ ุญูŽุฏููŠู’ุซู ุงู„ุฒู‘ูู‡ู’ุฑููŠ Jaโ€™far bin Burqoon periwayatannya biasanya melalui Maimun bin Mihraan. Ahmad bin Hanbal berkata Dia Jaโ€™far bin Burqoon sering salah dalam meriwayatkan hadits az-Zuhriy al-Mughniy fid Dhuโ€™afaaโ€™ 1/131 Al-Imam Ibnu Abi Hatim ar-Raaziy menukil ucapan Ibnu Numair tentang Jaโ€™far bin Burqoon ุฌูŽุนู’ููŽุฑู ุจู’ู†ู ุจูุฑู’ู‚ูŽุงู† ุซูู‚ูŽุฉูŒุŒ ุฃูŽุญูŽุงุฏููŠู’ุซูู‡ู ุนูŽู†ู ุงู„ุฒู‘ูู‡ู’ุฑููŠ ู…ูุถู’ุทูŽุฑูุจูŽุฉ Jaโ€™far bin Burqoon tsiqoh terpercaya, namun hadits-haditsnya dari az-Zuhriy guncang al-Jarh wat Taโ€™dil karya Ibnu Abi Hatim 1/321. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa keshahihan maupun kelemahan suatu hadits tidaklah bisa dinilai dari satu riwayat saja. Perlu melihat riwayat-riwayat lain. Karena itu para Ulama jika hanya menilai satu riwayat saja, mereka ada yang mengistilahkan dengan sanad hadits ini shahih. Bukan berarti mereka menghukumi bahwa hadits itu shahih. Namun, mereka memastikan penilaian hanya untuk satu riwayat itu saja sanadnya shahih artinya bersambung tidak terputus dan perawinya tsiqoh. Dikutip dari naskah buku โ€œMudah Memahami Ilmu Mustholah Hadits Syarh Mandzhumah al-Baiquniyyah, Abu Utsman Kharisman Sumber

Keempatsyarat tersebut adalah: 1. Beragama Islam. Hal pertama yang harus dipenuhi oleh perawi yang 'รขdil adalah harus beragama Islam. Syarat ini dibutuhkan periwayat ketika menyampaikan riwayat sebuah hadis bukan ketika menerima sebuah hadis.[8] Para ulama berbeda pendapat mengenai dalil yang digunakan sebagai dasar alasan mengapa seseorang
1. Syarat-syarat Perawi dalam Tahammul Hadis Tidak dapat dipungkiri bias mendapatkan hadis atau menerimanya merupakan anugerah yang sangat besar. Disamping perlunya keikhlasan hati dan lurusnya niat untuk membersihkan diri dari tujuan-tujuan yang menyeleweng, yang merupakan adab atau tatakrama seorang thalib al-hadis, dalam menerima hadis harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan oleh ulama ahli hadis atau dikenal dengan istilah ahliyatu altahammul sehingga hadis yang diterima tersebut sah untuk diriwayatkan. Berikut syarat-syarat bagi perawi dalam tahammul hadis 1 Penerima harus dlabit memiliki hafalan yang kuat atau memiliki dokumen yang valid. 2 Berakal sempurna serta sehat secara fisik dan mental Syarat berakal sehat sudah jelas disyaratkan dalambertahammul hadis karena untuk menerima hadis yang merupakan salah satu sumber hukum Islam sangat diperlukan. Oleh karena itu tidak sah riwayatnya seseorang yang menerima hadis tersebut ketika dalam keadaan tidak sehat akalnya. Selain sehat akal, dalam bertahammul juga harus dalam keadaan sehat fisiknya dan juga mentalnya agar orang tersebut mampu memahami dengan baik riwayat hadis yang diterimanya. 3 Tamyiz Syarat pertama perawi dalam tahammul al-hadis adalah tamyiz. Menurut Imam Ahmad, ukuran tamyiz adalah adanya kemampuan menghafal yang didengar dan mengingat yang dihafal. Ada juga yang mengatakan bahwa ukuran tamyiz adalah pemahaman anak pada pembicaraan dan kemampuan menjawab pertanyaan dengan baik dan benar. Seorang yang belum baligh boleh menerima hadis asalkan ia sudah tamyiz. Hal ini didasarkan pada keadaan para sahabat, tabiโ€™in, dan ahli ilmu setelahnya yang menerima hadis walaupun mereka belum baligh seperti Hasan, Husain, Abdullah ibn Zubair, Ibnu Abbas, dan lain-lain. Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan seseorang boleh bertahammul hadis dengan batasan usia. Qodli Iyad menetapkan batas usia boleh bertahammul adalah usia lima tahun, karena pada usia ini seorang anak bias menghafal dan mengingat-ingat sesuatu, termasuk hadis nabi. Abu Abdullah az-Zubairi mengatakan bahwa seorang anak boleh bertahammul jika telah berusia sepuluh tahun, sebab pada usia ini akal mereka telah dianggap sempurna. Sedangkan Yahya ibn Maโ€™in menetapkan usia lima belas tahun. 2. Syarat Perawi dalam Adaโ€™ al-Hadis Syarat-syarat orang yang diterima dalam meriwayatkan hadis atau dikenal dengan istilah ahliyatul adaโ€™ menurut ulama ahlul hadis adalah 1 Islam Pada waktu periwayatan suatu hadis seorang perawi harus muslim. Menurut ijmaโ€™, periwayatan hadis oleh orang kafir dianggap tidak sah. Karena terhadap riwayat orang muslim yang fasik saja dimauqufkan, apalagi hadis yang diriwayatkan oleh orang kafir. Walaupun dalam tahammul hadis orang kafir diperbolehkan, tapi dalam meriwayatkan hadisia harus sudah masuk Islam. 2 Baligh Yang dimaksud baligh adalah perawi cukup usia ketika ia meriwayatkan hadis. Baik baligh karena sudahberusia lima belas tahun atau baligh karena sudah keluar mani. Batasan baligh ini bias diketahui dalam kitab-kitab fiqih. 3 Adalah adil Adl merupakan suatu sifat yang melekat dalam jiwa seorang perawi, yang mendorong rawi untuk bertaqwa dan memelihara harga diri muruโ€™ah sehingga menjauhi segala dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Sifat adalahnya seorang rawi berarti sifat adlnya di dalam riwayat. Dalam ilmu hadis sifat adalah ini berarti orang Islam yang sudah mukallaf yang terhindar dari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan kefasikan dan jatuhnya harga syarat yang ketiga ini sebenarnya sudah mencakup dua syarat sebelumnya yaitu Islam dan baligh. Oleh karena itu sifat adalah ini mengecualikan orang kafir, fasiq, orang gila, dan orang yang tak dikenal 4 Dlabit Dlabit ialah ingatan. seseorang yang meriwayatkan hadis harus mengingat hadis yang ia sampaikan tersebut. Saat ia mendengar hadis dan memahami apa yang didengarnya, ia harus hafal sejak ia menerima hadis itu hingga ia meriwayatkannya. Dabit oleh ulama ahli hadis dibagi menjadi dua yaitu a Dlabtu al-Shadri, yaitu dengan menetapkan atau menghafal apa yang ia dengar didalam dadanya, sekiranya ia mampu untuk menyampaikan hafalan tersebut kapanpun ia kehendaki. b Dlabtu al-Kitab, yaitu memelihara, mempunyai sebuah kitab catatan hadis yang ia dengar, kitab tersebut dijaga dan ditasheh sampai ia meriwayatkan hadis sesuai dengan tulisan yang terdapat dalam kitab tersebut. Sedangkan untuk hadisnya sendiri itu haruslah Tsiqoh, maksudnya adalah hadis yang diriwayatkan tidak berlawanan dengan hadis yang lebih kuat atau dengan Qurโ€™an. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang syarat-syarat perawi dalam tahammul wal adaโ€™ Hadis. Sumber Modul 3 Konsep Dasar Ulumul Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2022 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2022. Kunjungilah semoga bermanfaat. Aamiin. Source

Haditsdhaif ialah hadits yang tidak memenuhi persyaratan hadits shahih dan hadits hasan. Yaitu hadis yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa hadis mauquf, maqthu', mursal, mu'allaq, mudallas, munqathi' atau mu'dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.

Jakarta - Dalam syariat Islam, penyembelihan hewan kurban memiliki aturan-aturan tertentu yang wajib dipatuhi. Termasuk waktu penyembelihan hewan kurban. Berikut penjelasan kapan tepatnya batas waktu penyembelihan hewan kurban berdasarkan dari buku Modul Fikih Ibadah susunan Rosidin, waktu penyembelihan kurban yang paling baik adalah hari pertama sesudah sholat Idul Adha hingga matahari terbenam di akhir hari Tasyriq 11, 12, 13 Dzulhijjah. Hal ini didasari oleh hadits riwayat al-Barra' ibn 'Azib RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda"Sesungguhnya permulaan sesuatu yang kami lakukan pada hari ini Idul Adha adalah sholat kemudian pulang; setelah itu menyembelih kurban. Barangsiapa melakukannya, maka dia telah mendapatkan kesunahan; dan barangsiapa menyembelih kurban sebelum itu, maka sembelihannya itu hanyalah daging yang dihidangkan untuk keluarganya dan sama sekali bukan termasuk binatang kurban." HR Bukhari. Adapun dalam riwayat lainnya Jubair ibn Muth'im RA menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda "... dalam seluruh hari Tasyriq merupakan waktu diperbolehkan menyembelih hewan kurban" HR Ibnu Hibban.Berdasarkan hadits tersebut, dapat diketahui bahwa menyembelih hewan kurban mendahului waktunya bukan berarti buruk atau terlarang. Namun, perlu dipahami jika daging yang disembelih bukan pada waktu sesuai yang disyariatkan adalah sedekah biasa dan pahala yang didapat adalah pahala bersedekah, bukan pahala karena itu, batas awal penyembelihan hewan kurban adalah pada hari pertama Idul Adha tepatnya setelah melaksanakan sholat Idul Adha. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Barangsiapa yang menyembelih sebelum sholat, maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya. Dan barangsiapa yang menyembelih setelah sholat dan khotbah, sesungguhnya ia telah sempurnakan dan ia mendapat sunnah umat Islam." HR Bukhari dan Muslim.Adapun bagi yang sudah terlanjur melaksanakan kurban sebelum sholat Id, dikutip dari buku Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid Jilid 1 oleh Ibnu Rusyd, disebutkan dalam salah satu versi riwayat dalam hadits Abu Burdah bin Nayyar, "Sesungguhnya ia pernah menyembelih kurban sebelum sholat Idul Adha, lalu Rasulullah SAW menyuruhnya untuk mengulangi."Ulama-ulama yang menganggap hadits tersebut sebagai ketentuan, termasuk Imam Muslim, mengatakan bahwa tidak boleh menyembelih kurban mendahului sang imam. Oleh karena itu, umat muslim perlu hati-hati sebelum benar-benar melaksanakan penyembelihan yang perlu diketahui adalah makruh hukumnya menyembelih hewan kurban pada malam hari. Meskipun tetap sah, dikhawatirkan akan membahayakan jika melakukan kesalahan dalam penyembelihan. Dikhawatirkan juga jumlah orang-orang fakir yang datang ke tempat penyembelihan lebih sedikit jika dibandingkan penyembelihan dilakukan pada waktu siang apabila masih dilakukan dalam rentang waktu 11-13 Dzulhijjah, penyembelihan kurban tersebut akan terhitung sah dengan pahala kurban. Namun, apabila penyembelihannya setelah matahari terbenam pada tanggal 13 Dzulhijjah, hukumnya tidak sah sebagai kurban. Jadi, batas akhir penyembelihan hewan kurban adalah hari terakhir pada hari dalam buku Cara Berkurban karya Abdul Muta"al Al-Jabry, Ali RA, Imam Syafi'i, Atha', dan Al Hasan berdasarkan hadits Jubair bin Muth'im mengatakan bahwa Rasulullah bersabda "Semua hari Tasyriq adalah waktu penyembelihan kurban," dan dalam hadits lainnya disebutkan, "Seluruh hari Mina adalah waktu penyembelihan." HR Ahmad dan Daruquthni, juga Ibnu Hibban dan Baihaqi.Sebagaimana dengan hari raya lainnya yakni Idul Fitri, penyembelihan kurban yang termasuk ke dalam satu rangkaian ibadah juga tidak dapat dilaksanakan kecuali pada hari atau waktu yang telah ditentukan. Sebab, kurban adalah esensi utama dari hari raya Idul Adha. Pendapat ini disepakati oleh Sa'id bin Jubair dari Jabir bin penjelasan lengkap terkait kapan tepatnya batas awal dan akhir dari waktu penyembelihan hewan kurban sesuai dengan syariat Islam dan bersumber dari hadits nabi. Jangan sampai lupa, ya! Simak Video "Jelang Idul Adha, Penjualan Hewan Kurban di Bandung Meningkat" [GambasVideo 20detik] dvs/dvs
uXyD. 386 458 25 352 473 490 257 403 7

berikut ini yang tidak termasuk syarat perawi hadits adalah